Bacaan: Mazmur 139:7-12
Kita sebagai orang Kristen mengaku percaya kepada Allah. Bukan Allah yang sembarangan, abstrak, ataupun jauh di sana, tetapi kita percaya kepada Allah Tritunggal yang nyata. Ia menciptakan segala sesuatu, dan menyatakan diri-Nya kepada manusia yang adalah ciptaan-Nya. Namun, ketika kita berhadapan kepada atribut Allah yang dinyatakan kepada kita, terkadang kita terlalu terkungkung oleh abstraksi filosofis, sehingga kita gagal menangkap konsekuensi spiritual dari apa yang kita imani. Teks ini membawa kita melihat salah satu atribut Allah, yaitu kemahahadiran Allah, dan bagaimana atribut ini sebetulnya memiliki implikasi terhadap hidup kita, orang-orang Kristen.
Di sini, pemazmur diperhadapkan kepada kesadaran bahwa ke mana pun ia pergi, ia selalu akan bertemu dengan Allah. Bahkan ketika ia pergi ke sorga atau neraka sekalipun, ia tetap bertemu dengan Allah. Dari sini kita melihat doktrin klasik, bahwa Allah hadir di setiap tempat. Allah bukan terbagi-bagi dan sebagian hadir di bumi, lalu sebagian lagi hadir di sorga, tetapi seluruh kepenuhan keberadaan Allah hadir di semua tempat. Yesaya menjelaskan bahwa Allah hadir di semua tempat karena Allah-lah yang menciptakan semua tempat (Yes. 66:1-2). Hal ini juga yang membuat Paulus berkata bahwa peristiwa penciptaan membuat semua manusia tidak memiliki dasar untuk berkata bahwa ia tidak mengenal Allah (Rm 1:18), karena di setiap titik ciptaan, seluruh kepenuhan Allah hadir dan nyata di situ.
Namun kita juga mengerti, kehadiran Allah tidak sama di semua tempat. Allah dengan perendahan diri-Nya memakai bahasa-bahasa anthropomorfik, seperti Allah diam di bait-Nya, atau di Sion (Mi. 1:2-3, Am. 1:2). Kita mengerti bahasa-bahasa ini sebenarnya sedang menyatakan kehadiran Allah yang spesial, covenantal, dan tabernacling. Allah hadir dengan intensi untuk berelasi dengan umat-Nya, yang kepadanya Tuhan mengikatkan perjanjian. Inilah yang dikatakan Allah tinggal, hadir, dan beserta dengan umat Tuhan. Beberapa contoh janji Tuhan terlintas, seperti Yesus yang berjanji akan hadir bila ada dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Nya, Yesus akan hadir (Mat. 18:20). Demikian juga ketika kita berbicara tentang Allah yang hadir ketika kita mengikuti Perjamuan Kudus, di mana Kristus hadir secara covenantal. Kehadiran ini adalah kehadiran yang membuat umat-Nya merasakan kehadiran Tuhan mereka, Tuhan yang memiliki ikatan pernikahan dan ikatan legal dengan mereka.
Lalu bagaimana kita berespons terhadap Allah yang hadir di semua tempat, tetapi hadir juga secara khusus bagi umat-Nya? Pemazmur di sini memberikan satu respons yang sangat indah. Ia secara spiritual bisa melihat tangan Tuhan yang memimpin dan memegangnya, bahkan ketika ia terbang ke langit, atau turun kepada bagian laut yang paling gelap. Sedemikian sehingga ia bahkan menyanyikannya dan menjadikan kesadaran ini pengharapannya ketika ia menghadapi kegelapan (bdgkan. ay. 19-22). Allah yang hadir di semua tempat memberikannya harapan bahwa Yehovah yang ia percaya tidak akan bisa dikungkung oleh tempat yang terdalam sekalipun, oleh karena itu ia bisa menggantungkan seluruh eksistensi hidupnya kepada Tuhannya.
Dan lihat apa yang menjadi pengharapan Daud ketika ia menyadari kehadiran Allahnya. Ia menyadari bahwa kehadiran Yehovah-lah yang membuat dirinya tenang. Kehadiran Tuhannya-lah yang membuat Daud bersukacita. Ia berkata bahwa bersama Tuhan, malam sama seperti siang, dan kegelapan seperti terang. Terjemahan ESV lebih jelas pada poin ini: “for darkness is as light with you”. Kegelapannya tidak hilang, malam tidak berlalu, tetapi kegelapan itu tidak dapat menelan ikatan yang ia miliki bersama Tuhannya. Daud memiliki keyakinan bahwa karena Tuhannya ada bersamanya di mana pun, maka kegelapan itu tidak akan menutupi sukacita yang timbul akibat kehadiran Tuhan bersama dia. Daud bukan hanya berharap kepada Tuhan menyelesaikan masalahnya meskipun tentu ia berharap kepada itu, tetapi kehadiran Tuhan-lah, melalui ikatan covenantal yang begitu intim, yang membangkitkan harapannya dan membuatnya bisa hidup.
Marilah kita, sebagai umat Allah, belajar untuk peka kepada kehadiran Allah, dan belajar menikmati persekutuan intim antara kita, gereja Tuhan, dan Yehovah, Tuhan kita, agar kita bisa hidup di tengah kegelapan dunia ini. (SA)