Kebangkitan Tubuh

Pengakuan Iman Rasuli

Kebangkitan Tubuh

20 February 2023

Kematian adalah suatu realita yang universal dan tidak dapat terelakkan; setiap manusia tahu bahwa pada suatu hari ia pasti akan mati. Pandemi COVID-19 yang melanda kita kembali mengingatkan kita akan hal ini. Angka kematian yang meningkat serta meninggalnya orang-orang terdekat kita telah membangkitkan kesadaran akan kematian, yang mungkin selama ini telah kita lupakan.
Karena kematian adalah fakta yang tak terbantahkan, setiap manusia berusaha mencari solusi untuk mengatasi – atau setidaknya menenangkan – diri mereka. J. I. Packer, dalam bukunya “Affirming the Apostles Creed”, menyatakan bahwa di antara seluruh agama dan “isme” yang ada dunia, hanya Kekristenanlah yang mengklaim telah mengatasi kematian. Keyakinan ini telah ada bahkan dalam pengakuan iman yang mula-mula, yaitu Pengakuan Iman Rasuli, yang dengan lantang menyatakan bahwa orang Kristen percaya akan “kebangkitan tubuh.”
Keyakinan ini bukanlah suatu omong kosong. Iman Kristen memiliki dasar yaitu karena ada seseorang yang pernah berjalan melalui kematian, menaklukkannya, bangkit, dan hidup kembali (suatu klaim yang tidak berani dinyatakan oleh agama atau isme lain manapun). Orang itu adalah Yesus Kristus, yang, tiga hari setelah kematian-Nya, bangkit dari kubur secara jasmani (tubuh). Ia kemudian naik ke Sorga dan saat ini sedang bertakhta di sana. Dan Ia berjanji bahwa Ia akan datang kembali – yaitu ketika sejarah berhenti dan dunia ini berakhir – untuk mengubah tubuh kita yang sekarang menjadi tubuh yang mulia (Flp. 3:21; 1 Yoh. 3:2). Itulah sebabnya Yesus disebut sebagai “buah pertama” dari kebangkitan tubuh.
Ketika membangkitkan mereka yang percaya, Allah menyempurnakan penebusan yang Ia telah kerjakan ketika Ia memperbarui jiwa kita melalui kelahiran baru dan pengudusan. Tubuh kita saat ini masih belum disempurnakan; kita masih menantikan tubuh yang sempurna, yang cocok dengan jiwa kita yang telah diperbaharui. Allah mengerjakan ini bukan dengan “menambal” tubuh yang lama, tetapi dengan memberikan tubuh yang baru. Tubuh yang baru ini berkaitan dengan tubuh yang lama, meskipun, tentu saja, berbeda – sama seperti pohon yang berkaitan dengan benihnya, tetapi tentu saja pohon itu berbeda dengan benihnya (1 Kor. 15:35-44).
Sebagian dari kita mungkin pernah kesal atau marah ketika tubuh ini menyatakan keterbatasannya; kita ingin terus melayani Allah, namun tubuh kita bisa lelah, sakit, rusak, dan suatu saat akan mati. Tubuh adalah alat ekspresi diri. Tanpa tubuh, keinginan untuk melayani Allah, mengerjakan sesuatu, dan berelasi dengan sesama hanya akan menjadi keinginan belaka. Coba pikirkan orang normal yang mampu menggunakan seluruh kemampuan tubuhnya, dan bandingkan dia dengan orang lumpuh; kemudian cobalah bandingkan orang lumpuh dengan seseorang yang sama sekali memiliki anggota tubuh tertentu, dan kita akan mengerti. Orang lumpuh tidak bisa berbuat banyak; orang tanpa anggota tubuh tertentu masih dapat melakukan yang lebih sedikit lagi. Maka, betapa bahagianya kita ketika mendengar ajaran pengakuan iman ini, ketika kita akan mendapat tubuh yang baru, yang akan memampukan kita untuk terus melayani dan memuliakan Allah selamanya!
Kematian telah menjadi musuh bebuyutan setiap agama, masalah yang tak terselesaikan dalam semua “isme”, sumber ketakutan bagi seluruh umat manusia. Namun hanya mereka yang percaya dan ada di dalam Kristus – yang telah menjalani, menaklukkan, dan menghancurkan kuasa kematian – dapat bernyanyi dengan lantang:
"Maut telah ditelan dalam kemenangan.
Hai maut di manakah kemenanganmu?
Hai maut, di manakah sengatmu?"
(1 Kor. 15:54-55)

(MR)