Maksimal: Untuk Tuhan atau Diri?

Christian Life

Maksimal: Untuk Tuhan atau Diri?

27 June 2022

Ketika kita membeli suatu barang, kita pasti memilih yang paling bagus, tidak ada cacatnya. Kita begitu teliti memperhatikan barang tersebut, jangan sampai ada yang cacat terbelikan. Kita ingin mendapatkan yang paling maksimal dari barang yang kita beli. Demikian juga ketika kita mengerjakan sesuatu. Ketika pekerjaan tersebut adalah untuk kepentingan kelulusan kita, kenaikan jenjang karier kita, atau hal lainnya, maka kita pasti akan mengerjakannya semaksimal mungkin agar kita bisa mendapatkan yang paling maksimal juga. Singkat kata, segala sesuatu yang ingin kita dapatkan atau kita raih, kita ingin yang paling maksimal dan untuk itu, kita rela memberikan yang maksimal juga.

Tetapi bagaimana dengan sesuatu yang kita kerjakan bagi Tuhan? Sering kali kita mencari yang paling minimal. Kalau bisa membaca Alkitab cukup lima menit, kenapa mesti sampai tiga puluh menit? Kalau bisa mendengar khotbah cukup lima belas menit, kenapa harus mendengar khotbah yang panjang-panjang? Kalau bisa melakukan kegiatan kerohanian (baca: pelayanan) secukupnya, kenapa musti sampai bayar harga berlebih? Kenapa mesti sampai “ngoyoh”? Bukankah kita juga perlu memperhatikan diri kita dan kesehatan kita dan kesejahteraan keluarga kita? Berbagai alasan kita akan keluarkan ketika tuntutan maksimal tersebut untuk Tuhan. Ironinya adalah ketika tuntutan maksimal tersebut untuk diri, kita berpikir itu pantas dan kita tidak akan mengeluarkan seribu satu alasan untuk meminimalkan. Namun kita sangat pandai mengeluarkan seribu satu alasan lainnya ketika tuntutan maksimal tersebut untuk Tuhan. Mengapa bisa demikian? Ya karena kita lebih mengasih diri kita sendiri dan bukan Tuhan. Mengasihi diri sendiri lebih daripada mengasihi Tuhan akan membawa kita kepada jurang kehancuran dan kebinasaan. Bukankah kita tahu jelas akan hal ini? Sebaliknya, ketika kita memfokuskan diri untuk hidup melakukan segala sesuatu bagi Tuhan dengan segala risikonya dan bahkan mungkin nyawa kita terancam, justru kita sedang menyelamatkan kita sendiri. Seperti yang dikatakan Tuhan Yesus, “Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya” (Mat. 8:35).

Bagaimana dengan kita, adakah kita melakukan segala sesuatu secara maksimal untuk Tuhan dan minimal untuk diri? (DS)