New Year and Aging

Devotion

New Year and Aging

20 January 2020

And when these failing lips grow dumb, and mind and mem’ry flee,
when thou shalt in Thy kingdom come, Jesus, remember me.
- James Montgomery (1771-1854)

Hari ini seorang kakek tua berdiri dengan tangan gemetar memegang baton. Setiap gerakan tangannya sudah tidak lagi sanggup mengikuti keinginan hatinya. Saya bayangkan, setiap detik menjadi penyiksaan dalam batinnya. Semuanya tidak seperti dahulu, umur telah menggerogoti tubuhnya. Hal ini terus mengganggu benak saya sepanjang hari ini. Apa yang menjadi penghiburan dalam hidupnya ketika tubuh pun mengkhianati asa? Bagaimana orang tua ini bertahan ketika setiap sel harus menyerah di bawah tekanan sang waktu?

Penuaan merupakan masalah faktual yang dihadapi setiap orang. Mungkin kita juga mengalaminya dan memikirkannya memasuki tahun yang baru ini, dan mungkin pula masalah yang ditakutkan bukanlah pertambahan umur melainkan konsekuensi-konsekuensi bawaan dari pertambahan umurnya, seperti hilangnya elastisitas kulit, berkurangnya kepekaan indra, menurunnya daya tahan tubuh, dan kematian. Dari beberapa konsekuensi tersebut, yang paling saya dan mungkin beberapa orang yang saya kenal takutkan adalah mengenai kehilangan kepekaan indra saya. Saya bukanlah tipe orang yang takut akan kematian, jelas saya sudah berdamai dengannya; tetapi saya tidak bisa membayangkan masa ketika mata saya harus mulai rabun, telinga saya ditutup, dan setiap kenangan saya harus terbang melayang. Benar-benar tidak terbayangkan, tetapi bagaimana pun juga saya harus berhadapan dengannya suatu saat nanti. Apalagi setelah melihat kakek tua itu, entah mengapa secercah asa menyembul keluar dari dalam benak saya.

Gambar yang menjadi feature picture dari post ini adalah lukisan Christo Pantokrator di Gereja Khora, Istanbul. Di lukisan tersebut terdapat inkripsi “he khora ton zonton” yang berarti, “wadah dari semua yang hidup”. Adalah penghiburan terbesar bahwa Kristus menjadi wadah dari segala yang bernapas, termasuk orang-orang dalam masa penuaannya. Ketika usia tua mulai menggerogoti tubuh dan frustasi melanda, Kristus merangkul kita bersama pergumulan kita. Di tengah  masyarakat yang menyingkirkan kaum pendahulu mereka karena melewati ambang batas “kenormalan”, yang tentunya di-set dalam kategori yang berdosa; Kristus memberikan jaminan bahwa Dia mengingat kita dengan segala keterbatasan yang kita miliki.

Mata rabun, telinga yang menutup, ingatan yang memudar mungkin memang harus dihadapi, tetapi di dalam Sang Wadah kefrustasian kita berhak mendapatkan tempat dalam pergumulan yang kudus. Sang Wadah yang memeluk, Sang Wadah juga yang mentransformasi hidup kita. Saya teringat dengan cuplikan yang menenangkan dalam khotbah Bapak Gereja Agustinus, “All shall be inside, all shall be in peace.” (Sermon 229M). (GR)