Penantian Simeon

Christmas Season

Penantian Simeon

25 December 2015
"Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi pernyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel." – Lukas 2:29-32

Injil Lukas terkenal di dalam menyoroti bagian-bagian maupun tokoh-tokoh yang dianggap marginal. Demikian juga bagian yang akan kita bahas ini tidak akan kita jumpai di bagian lain dari ketiga Injil Sinoptik, tetapi Lukas menulis bagian ini sedemikian indahnya. Dalam perenungan singkat ini, kita akan melihat seorang tokoh yang bernama Simeon.

Siapakah Simeon? Tidak banyak catatan sejarah mengenai Simeon, tetapi melalui ayat 22 dari bagian yang dikutip di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ia adalah seorang imam. Hal ini dapat kita simpulkan demikian, karena seluruh anak lelaki sulung di dalam sebuah keluarga Yahudi (dalam kasus ini adalah Yesus) yang berumur 8 hari harus dibawa ke Bait Allah kepada Allah di hadapan imam. Ayat 25-26 menyatakan kepada kita bahwa Simeon adalah orang yang benar dan saleh, yang diurapi oleh Roh Kudus, dan ia dijanjikan untuk melihat Kristus, Mesias, sebelum ia meninggal. Dan hari itu, Allah menggenapi janji-Nya di mana Simeon berkesempatan untuk melihat keselamatan yang dijanjikan Allah bagi umat-Nya.

Simeon mengetahui dengan jelas bahwa bayi yang dibawa ke Bait Allah itu adalah Yesus Sang Juruselamat, yang akan memberikan penghiburan besar bagi Israel, seperti yang sudah dinubuatkan oleh nabi Yesaya dalam Yesaya 40. Pengharapan itu sudah datang! Penantiannya selama puluhan tahun tidaklah sia-sia! Ia menyambut kedatangan bayi Kristus dengan perasaan syukur dan sukacita, yang dapat kita lihat di dalam doa syukurnya kepada Allah. Yusuf dan Maria yang pada saat itu belum sepenuhnya dibukakan, terheran-heran melihat respons Simeon.

Simeon juga dapat melihat, bahwa janji akan keselamatan itu tidak datang secara eksklusif kepada bangsa Israel saja, tetapi keselamatan itu dianugerahkan kepada segala bangsa (ay. 31-32). Ia paham betul apa yang dimaksudkan Yesaya 7:14 dengan Imanuel, “Allah beserta dengan kita”. Konsep ini sulit untuk diterima oleh Kaum Yahudi yang hidup sezaman dengannya. Imanuel juga merupakan hal yang sulit dipahami di dalam konteks kita, karena kita bukanlah bangsa Israel yang pernah mengalami kekosongan selama 400 tahun tanpa hadirnya Allah dalam hidup mereka. Kehadiran Allah di tengah-tengah kita terdengar sangat biasa; sungguh biasa hingga sering kali kita tidak sadar bahwa kita sedang hidup di hadapan-Nya!

Dalam penantian akan datangnya Kristus dalam momen natal ini, sudahkah kita menanti dengan benar sama seperti Simeon menanti akan datangnya Juruselamat? Simeon mempersiapkan dirinya selama bertahun-tahun, entah dengan berdoa atau dengan berpuasa. Penantiannya tidak sia-sia, karena ia terus berharap kepada Tuhan. Apakah yang kita persiapkan atau kita nantikan selama masa ini? Jangan sampai yang kita cari di dalam masa natal ini hanyalah mood of Christmas yang juga ditawarkan oleh banyak pusat perbelanjaan di kota besar. Bukankah yang harus kita nantikan dan kita harapkan sesungguhnya adalah message of Christmas: the presence of the Lord Himself among us? Selamat mengontemplasikan Natal!

O come, O come, Emmanuel,
And ransom captive Israel,
That mourns in lonely exile here
Until the Son of God appear.
Rejoice! Rejoice!
Emmanuel shall come to thee, O Israel.

[ME]