Penolong yang Sepadan

Christian Life

Penolong yang Sepadan

17 April 2017

Siapa yang tidak ingin mendapatkan pasangan hidup yang sesuai dan selaras dengan kita, yang bisa bahu-membahu menjalani mahligai rumah tangga? Setiap kita pasti memiliki angan-angan atau cita-cita seperti apakah pasangan yang ingin kita miliki sebagai pendamping hidup kita. Idealkah kriteria pasangan yang kita angankan itu? Haruskah kriteria itu ideal dan sesuai dengan apa yang diajarkan Alkitab? Apakah kata Alkitab tentang pasangan hidup?

Dalam Kejadian 2:18, dinyatakan bahwa TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.”

Apakah arti penolong di sini? Penolong menunjukkan bahwa suami membutuhkan bahkan “bergantung” pada dukungan dan pertolongan istri. Eit, jangan salah mengerti dulu, bukan berarti bahwa seolah-olah suami harus berada di “bawah ketiak” sang istri. Karena firman Tuhan juga berkata “laki-laki tidak diciptakan untuk perempuan, tetapi perempuan untuk laki-laki” (1Kor. 11:9). Namun ini juga tidak menunjukkan bahwa laki-laki lebih superior atau lebih tinggi daripada perempuan. Allah menciptakan perempuan menjadi seorang penolong yang “sepadan” (literal = koresponden kepada) bagi laki-laki. Allah mendesain laki-laki membutuhkan perempuan dan perempuan membutuhkan laki-laki (lihat 1Kor.11:11). Kedua-duanya adalah manusia yang equal dan juga memiliki sekaligus peranan berbeda untuk sama-sama menggenapi panggilan Allah dalam hidup mereka sebagai pasangan.

Allah tidak menciptakan Hawa dari debu. Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam. Mengapa? Ini untuk menunjukkan kepada Adam bahwa istrinya adalah bagian dari dia, equal dengan dia, bukan ciptaan yang lebih rendah. Seorang laki-laki harus mengasihi istrinya seperti dirinya sendiri (Ef. 5:28-29). Perempuan tidak diambil dari kepala Adam sehingga dapat memerintah atas laki-laki, tidak juga dari kaki sehingga dia dapat direndahkan oleh laki-laki, tetapi diambil dari rusuknya sehingga dia dapat melindunginya dan menjaganya selalu dekat di hatinya.

Dengan tidak menciptakan perempuan secara bersamaan dengan laki-laki, Allah membuat Adam menjadi kepala, menjadi yang lebih dahulu, menjadi yang aktif merasa memerlukan istri. Adam tidak menemukan pasangan yang sepadan di dalam dunia ini, karena tidak ada manusia lain, dan Adam mengetahui, bahwa binatang tidaklah sepadan dengannya. Ketika Hawa dibawa ke hadapan Adam, Adam langsung menyadari bahwa Hawa adalah bagian darinya dan menamainya “perempuan” karena diambil dari laki-laki. Perempuan (Ibr: ishshah), diambil dari laki (ibr: ish), merupakan suatu anugerah yang sangat elok bagi kebutuhan Adam yang terdalam. Jadi seperti apakah seharusnya pasangan hidup kita? Sudah jelas dia adalah bagian dari hidup kita yang equal: bersama-sama saling menunjang, saling bahu membahu hidup menjalankan panggilan Tuhan secara bersama.

Menemukan pasangan yang sepadan hanya bermodalkan romantic love, yaitu jatuh cinta pada pandangan pertama, tidaklah menjadi satu acuan bahwa dia adalah pasangan hidup kita. Hanya sekadar mengandalkan falling in love yang lebih banyak bermain di romantic love dan bukan berlandaskan kebenaran, tidak membawa kita memiliki pasangan hidup yang sepadan.

Ishak dalam menemukan pasangan yang sepadan, dia tunduk kepada kebenaran yang diajarkan oleh ayahnya Abraham. Sesuai dengan pesan ayahnya, Ishak menikah dengan perempuan yang berasal dari keluarganya. Perhatikan bahwa Ishak menikah dengan Ribka bukan karena cinta pada pandangan pertama. Ribka dibawa ke Ishak oleh hamba Abraham yang diminta kembali ke negeri Abraham untuk menemukan seorang gadis yang pantas untuk Ishak. “Berkatalah Abraham kepada hambanya yang paling tua dalam rumahnya, yang menjadi kuasa atas segala kepunyaannya, katanya: Baiklah letakkan tanganmu di bawah pangkal pahaku, supaya aku mengambil sumpahmu demi TUHAN, Allah yang empunya langit dan yang empunya bumi, bahwa engkau tidak akan mengambil untuk anakku seorang istri dari antara perempuan Kanaan yang di antaranya aku diam. Tetapi engkau harus pergi ke negeriku dan kepada sanak saudaraku untuk mengambil seorang istri bagi Ishak, anakku” (Kejadian 24:2-4).

Anda sedang jatuh cinta? Allah tidak melarang kita jatuh cinta… tetapi kepada siapakah Anda jatuh cinta? Pasangan yang sepadan dari Allah atau pasangan pilihan hati? (DS)