Jika kita ingin menentukan nilai ekonomis suatu aset maka kita membutuhkan seorang penilai (appraiser), bukan tukang kebun. Untuk menilai seorang manusia, diperlukan juga orang-orang yang dianggap mampu atau berhak untuk menilai manusia. Namun, kita sering menilai seseorang berdasarkan apa yang dimiliki dan diperbuatnya. Kita cenderung menilai tinggi orang yang pintar, kuat, dan kaya; dan menilai rendah orang yang bodoh, lemah, dan miskin. Namun pernahkah kita bertanya, apakah kita berhak untuk menilai orang lain?
Orang yang kerasukan setan di Gerasa dinilai sebagai sampah oleh masyarakat sekitar—ia hidup bak orang gila di kuburan, berkeliaran sambil berteriak-teriak dan memukuli dirinya dengan batu. Tetapi Tuhan Yesus menilai dia sebagai manusia yang berharga dan layak untuk dicari dan diselamatkan. Tuhan Yesus mengusir setan-setan dari orang itu dan ia menjadi waras kembali, tetapi seluruh penduduk kota (non Yahudi) malah mengusir Tuhan Yesus dari wilayah mereka. Orang yang diselamatkan itu ingin pergi bersama Tuhan Yesus, tetapi Tuhan Yesus menyuruhnya kembali kepada orang-orang sekampungnya dan memberitahukan kepada mereka apa yang telah diperbuat Tuhan kepadanya dan bagaimana Ia mengasihaninya.
Demikian juga ketika Tuhan menyuruh Ananias untuk menumpangkan tangan atas Paulus (sebelumnya dia bernama Saulus), ia mengatakan bahwa Paulus adalah orang yang jahat karena menangkap semua orang yang percaya kepada Tuhan. Tetapi Tuhan mengatakan bahwa Paulus adalah alat pilihan-Nya untuk memberitakan Injil bahkan sampai kepada bangsa-bangsa lain. Tuhan menerima Saulus, karena Saulus akan menjadi Paulus. Tuhan menerima kita apa adanya sekarang karena Ia menilai kita berdasarkan apa yang kita akan menjadi di masa depan.
Kita dinilai orang sekitar kita, dan kita pun menilai segala sesuatu di sekitar kita. Dahulu Paulus menilai hal-hal lahiriah sebagai suatu keuntungan, tetapi sejak ia mengenal Tuhan Yesus, ia menilai semuanya itu sebagai kerugian bahkan sampah. Seperti seorang yang menemukan harta terpendam di ladang lalu menjual semua miliknya dan membeli ladang itu; seperti seorang pedagang yang menemukan mutiara yang sangat berharga lalu menjual semua miliknya dan membeli mutiara itu; apakah kita sudah menyadari apa yang paling berharga dalam hidup kita? Apakah kita bisa mengatakan hal yang sama seperti Daud ”Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi” (Mzm. 73:25)? Bagaimanakah kita menilai sekitar kita? Penilaian kita mencerminkan respons kita terhadap barang tersebut. Respons kita mencerminkan juga nilai diri kita. Karena itu, orang yang bernilai adalah orang yang berespons dengan benar kepada Tuhan.
Dua hal yang kita bahas di atas: Pertama, Tuhan yang berhak memberikan penilaian terhadap manusia; Kedua, pengenalan akan Tuhan adalah hal yang paling berharga bagi manusia. Selama ini bagaimana kita telah menilai diri dan orang lain? Mari menilai dengan benar agar kita memiliki nilai yang benar. Apa yang berharga di mata Tuhan janganlah kita anggap remeh. Apa yang sampah di mata Tuhan janganlah kita anggap bernilai. Marilah kita menilai segala sesuatu berdasarkan standar Tuhan dan marilah kita treasure God as our biggest treasure. (YVW)