Tetapi Manusia Tidak Juga Bertobat

Devotion

Tetapi Manusia Tidak Juga Bertobat

20 July 2020

“Tetapi manusia lain, yang tidak mati oleh malapetaka itu, tidak juga bertobat dari perbuatan tangan mereka: mereka tidak berhenti menyembah roh-roh jahat dan berhala-berhala dari emas dan perak, dari tembaga, batu dan kayu yang tidak dapat melihat atau mendengar atau berjalan, dan mereka tidak bertobat dari pada pembunuhan, sihir, percabulan dan pencurian.” (Why. 9:20-21)

Membaca ayat di atas, mengingatkan saya akan kasus akhir-akhir ini yang menggelisahkan seluruh dunia: wabah corona. Manusia menjadi begitu sangat takut dengan satu virus super kecil yang hanya bisa dilihat dengan mikroskop elektron ini. Setiap negara ramai-ramai melindungi warganya dari serangan virus tersebut dengan berbagai kebijakan. Masing-masing orang juga berusaha melindungi dirinya agar tidak terpapar virus yang dianggap mematikan tersebut (padahal berita yang tersebar lebih “mengerikan” daripada kondisi yang sebenarnya bila kita paham akan si virus tersebut).

Pernah ada satu waktu masyarakat tiba-tiba panik karena diberitakan virus tersebut sudah masuk ke kotanya. Langsung saja perlindungan diri secara egois tampak dengan nyata. Manusia berbondong-bondong ke supermarket memborong bahan makanan dan keperluan lain secara egois tanpa memikirkan orang lain. Dalam sekejap, bahan utama kebutuhan masyarakat yang dijual di supermarket atau toko-toko menjadi ludes.

Namun pertanyaannya adalah, sadarkah manusia bahwa peristiwa ini seharusnya membawa manusia kepada pertobatan, karena sesungguhnya hidup ini begitu rapuh? Uang banyak tidak dapat menyelamatkan manusia. Bahkan, perlindungan diri super protektif pun tidak mampu menyelamatkan manusia. Virus kecil yang tidak terlihat ini membuat seluruh dunia menjadi gelisah. Adakah manusia bertobat? Ayat di dalam Kitab Wahyu tersebut mengingatkan kita, “Tetapi manusia lain, yang tidak mati oleh malapetaka itu, tidak juga bertobat dari perbuatan tangan mereka.” Manusia justru sibuk menjalani kehidupan yang terus melawan Allah. Kesempatan hidup yang masih diberikan Tuhan ternyata tidak membuat manusia bertobat.

Sebagai orang Kristen, peristiwa ini seharusnya menyadarkan kita, bahwa kita tidak bisa mengandalkan perasaan aman karena sudah percaya Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Seolah-olah perasaan ini otomatis membuat kunci pintu sorga ada di tangan kita. Kita juga tidak perlu sibuk-sibuk terlalu berusaha menyelamatkan diri sendiri dari serangan virus tersebut. Tetapi, marilah kita yang masih diberikan kesempatan hidup oleh Tuhan, memberikan diri kita hidup melayani Dia. Tidak ada kesempatan kedua kali, hidup hanya sekali, sekarang dan di sini. Pakailah waktu-waktu ini untuk menyatakan kasih Allah kepada dunia, bahwa hanya di dalam Kristus, manusia memiliki pengharapan hidup yang pasti. (DS)