The Ethics of Hope

Christian Life

The Ethics of Hope

8 May 2023

Dalam perjalanan hidup kita sebagai orang Kristen, mungkin kita pernah merasakan bahwa dunia di sekitar tampak sangat rusak. Kita mau mencari keadilan, tetapi justru si penegak keadilan berlaku curang dan tidak adil. Kita mau mengejar ilmu setinggi-tingginya, tetapi orang sekitar berkata, “Gak perlulah, yang penting bisa kerja dan cari uang.” Kita mau mencari kejujuran dalam berbisnis, tetapi kita malah dipermainkan dan dicurangi oleh banyak pebisnis. Kita mau mencari teladan dari para aktivis dan pemuka agama, tetapi kita justru menemukan banyak kemunafikan dari hidup mereka. Dan mungkin masih banyak hal yang lain lagi yang begitu mengecewakan kita. Oleh sebab itu, kita berpikir, “Dunia sudah rusak, sudah tidak ada harapan lagi. Sudahlah, saya mending diam-diam saja, yang penting diri sendiri masih bisa nyaman.” Dosa begitu mencemarkan dan merusak dunia ini. Maka, memang benar bahwa dunia ini tidak mempunyai pengharapan. Tidak ada gunanya kita meletakkan pengharapan kita pada dunia ini. Namun, apakah itu berarti kita menarik diri, bersikap “bodo amat” dan undur dari dunia ini?
Alkitab tidak mengajarkan demikian. Alkitab mengajarkan bahwa dunia ini milik Allah, sehingga dunia dan segala isinya harus kembali untuk kemuliaan Allah. Bukankah Tuhan Yesus sendiri berkali-kali menggaungkan mengenai Kerajaan Allah? Bukankah dalam Doa Bapa Kami kita diajarkan untuk berdoa, “Datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga”? Dengan demikian, mana mungkin kita bersikap tidak acuh terhadap kerusakan yang ada di dalam dunia ini? Orang Kristen justru dipanggil untuk mewujudkan Kerajaan Allah di muka bumi; kita dipanggil untuk menebus dunia yang sudah rusak ini. Kita dipanggil untuk menghadirkan pengharapan bagi dunia yang sudah tidak berpengharapan ini.
Memang, sekeras-kerasnya kita berusaha tetap saja Kerajaan Allah tidak mungkin terealisasi secara sempurna di waktu yang sekarang ini. Alkitab pun menyatakan bahwa kondisi manusia akan menjadi makin buruk dan jahat (2Tim. 3:1-7). Jadi, meskipun kita harus mengejar yang sempurna, kita harus tetap realistis. Namun, sekali lagi, realistis bukan berarti akhirnya kita merasa sia-sia dan hopeless. Justru Alkitab mendorong kita untuk tetap bergiat dalam pekerjaan Tuhan karena semua itu tidak akan berakhir dengan sia-sia (1Kor. 15:58). Mengapa demikian? Karena hasil pekerjaan kita hari ini masih akan diteruskan sampai kepada kekekalan. Betul, itu tidak mungkin sempurna sekarang, tetapi Allah yang menjamin bahwa Dia yang akan menyempurnakannya pada saat kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali nanti. Inilah pengharapan yang kita miliki. Inilah pengharapan yang seharusnya membuat kita tidak putus asa dan justru makin bertekun dalam pekerjaan penebusan Tuhan. Ini yang disebut dengan the ethics of hope; karena kita mempunyai pengharapan dalam Kristus, maka etika hidup kita adalah perjuangan yang terus-menerus untuk membawa penebusan bagi dunia yang sudah jatuh ini bagi kemuliaan Allah.
Maukah kita berbagian dalam pekerjaan penebusan ini?
“Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” – 1 Korintus 15:58 (IT)