Who’s Boss?

Christian Life

Who’s Boss?

5 February 2018

Rekan kerja saya pernah teriak-teriak di hadapan atasan saya. Dia yang baru bekerja beberapa minggu saja sudah berani marah-marah dengan satu tangan di pinggang dan menuding dengan tangan yang lain. Perbedaan umur mereka mungkin ada 25 tahun. Dalam hati saya menggerutu, “Kok ga tahu diri banget ya? Ga pantes kali! Siapa yang bos, siapa yang anak buah. Tahu diri dong!”

Tetapi ini mungkin penyakit pemuda pada hari ini. Mari kita coba renungkan: siapa bos dalam hidup kita?

Pertama, takhta dalam hidup kita selalu diduduki oleh seseorang (atau sesuatu). Kita tidak akan pernah bisa membuat takhta itu kosong. Orang dunia pun dapat menulis sebuah lagu yang mengatakan bahwa setiap orang harus melayani seseorang. “Well, it may be the devil or it may be the Lord, but you're gonna have to serve somebody.”

Kedua, kita tidak bisa melayani lebih dari satu tuan. Yesus sendiri menyatakan dalam Matius 6:24 bahwa

“Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon”

Jadi siapa yang harus kita layani? Dunia mengajarkan kita untuk hidup bagi diri sendiri. Lebih jauh lagi, zaman ini adalah zaman yang penuh dengan aktualisasi diri. Kita bahkan memiliki sebuah tongkat bukan untuk foto objek atau orang lain, tapi untuk foto diri sendiri (selfie-stick, atau tongkat narsis). Tetapi, bukankah kita tidak suka kepada orang yang “selfish”? Hidup untuk diri sendiri sangatlah nyaman untuk sesaat, tetapi dampaknya sangat mengerikan. Salah satu dampak negatifnya adalah kesendirian. Berapa banyak dari kita yang selalu merasa tidak ada orang mengerti kita? Berapa banyak yang merasa tidak ada orang yang peduli kepada kita? Kalau memang kita seharusnya hidup untuk diri sendiri, mengapa dampaknya begitu jahat? Dan mengapa kita selalu tersentuh dengan cerita-cerita pengorbanan hidup orang lain seperti Mother Teresa?

Faktanya sederhana, hidup ini bukan untuk melayani diri. Kita harus melayani Tuhan! Tidak bisa tidak! Tidak bisa yang lain dan tidak bisa sambil melayani yang lain! “Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan.” (Rm. 14:8)

Kita pasti rindu melihat banyak teman di sekitar kita yang mengasihi dan melayani Tuhan dengan api berkobar dalam hatinya. Ketika bangsa Israel sudah keluar dari perbudakan Mesir dan telah sampai kepada Tanah Perjanjian, Yosua menantang bangsa Israel. Biarlah tantangan ini juga boleh menjadi tantangan untuk kita semua, yakni kepada siapa kita harus memberikan hidup yang cuma sekali ini.

“Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!” (Yos. 24:15)

Jadi, siapakah bos, penentu dan pemilik seluruh hidup kita, yang kepadanya kita serahkan seluruh hidup kita? Siapakah Tuhan kita sesungguhnya? (EYST)