Adonia Menjadi Raja

Reforming Heart - Day 78

1 Raja-raja 1:1-27

Adonia Menjadi Raja

Devotion from 1 Raja-raja 1:1-27

Kitab Samuel berakhir dan kisah mengenai takhta Daud dilanjutkan dalam Kitab Raja-raja. Tetapi Kitab raja-raja bukanlah kitab yang mengisahkan puncak kejayaan dari keturunan Daud. Kitab Raja-raja dimulai dan diakhiri dengan kisah yang menyedihkan. Dimulai dengan mengisahkan raja Daud sebagai seorang tua yang tidak berdaya, dan diakhiri dengan raja keturunan Daud yang dipenjara oleh bangsa lain. Diawali dengan kisah Daud yang bukan lagi menjadi sang singa Yehuda yang perkasa, melainkan singa tua yang menantikan saat kematiannya, dan diakhiri dengan keturunannya yang hidup dari belas kasihan bangsa lain. Kisah yang menutup Kitab Raja-raja (2 Raja-raja 25:27-30) adalah kisah mengenai sang raja keturunan Daud yang tinggal sebagai tahanan dan hidup dari belas kasihan raja Babel. Dimulai dengan Daud yang tak berdaya dan diakhiri dengan keturunan Daud yang tak berdaya. Di manakah janji tentang Sang Anak Daud yang akan bertakhta selama-lamanya? Di manakah Sang Anak Daud yang akan menundukkan seluruh bangsa-bangsa di bumi? Keturunan Daud dalam kisah penutup 2 Raja-raja hanyalah seorang yang hidup karena belas kasihan raja lain! Itulah sebabnya narasi Kitab Raja-raja tidak boleh dianggap sebagai kisah puncak dari Kitab Samuel. Justru Kitab Raja-raja menggambarkan bahwa penggenapan janji Allah kepada Daud di dalam 2 Samuel 7:12-13 bukan digenapi oleh para raja dalam Kitab 1 dan 2 Raja-raja, melainkan oleh seorang Anak tukang kayu yang mati di kayu salib, tetapi yang bangkit untuk menerima takhta-Nya di sebelah kanan Allah, Bapa-Nya.

Kitab ini dimulai dengan kisah Daud yang terbaring tidak berdaya di tempat tidur. Dia diberikan seorang perempuan muda yang sangat cantik, tetapi dia tidak bersetubuh dengan perempuan itu. Ini adalah pernyataan ketidakmampuan Daud untuk menjalankan posisi rajanya dengan kuasa. Bahkan untuk bersetubuh dengan gundiknya pun dia tidak mampu. Daud sudah tua dan tidak berdaya. Ketidakberdayaan Daud inilah yang dimanfaatkan oleh Adonia, anak Hagit, untuk menjadi raja. Adonia mengajak orang-orang senior di dalam kerajaan Daud seperti Yoab dan Abyatar, tetapi orang-orang Daud yang lebih baru tidak diajak. Orang-orang baru Daud seperti Nathan, Benaya, dan Zadok lebih memiliki kedekatan dengan Salomo, dan karena itu mereka tidak memihak kepada Adonia (ay. 8). Maka, tanpa menantikan Daud, Adonia segera memproklamasikan dirinya sebagai raja. Secara tradisi dialah yang seharusnya menggantikan Daud. Tetapi tradisi itu tidak dapat diikuti kalau Daud menunjuk orang lain sebagai raja menggantikan dia. Itu sebabnya Adonia segera menyatakan diri sebagai raja dengan harapan Daud sudah terlalu tua dan lemah untuk menunjuk orang lain.

Gerakan yang dilakukan Adonia sangat cepat. Dia segera menyatakan secara besar-besaran kepada seluruh orang Yehuda, seluruh pegawai-pegawai raja (kecuali nama-nama yang memihak Salomo yang dicatat di atas), dan mengadakan perayaan besar untuk menjadikan dirinya raja. Tetapi kesalahan yang sangat besar yang dilakukan oleh Adonia dan semua yang mengikuti dia adalah mereka tidak mencari kehendak Tuhan untuk raja yang akan meneruskan takhta Daud. Raja yang akan menggantikan Daud harus dipilih oleh Tuhan. Tuhan sendiri telah berfirman bahwa Dia telah memilih anak Daud yang akan Dia bangkitkan kemudian untuk menjadi raja dan mendirikan Bait Allah. Anak Daud ini akan menjadi gambaran bagi Yesus Kristus yang mendirikan Bait Allah yang sejati, yaitu Gereja. Dengan demikian penentuan siapa penerus Daud sebagai raja bukanlah semata-mata perkara politik, tetapi juga perkara Kerajaan Allah dan rencana keselamatan dari Allah. Itulah sebabnya hanya raja yang Tuhan pilih yang boleh meneruskan takhta Daud. Adonia bukanlah raja pilihan Tuhan. Mengapa? Karena di dalam 2 Samuel 7:12 Tuhan berkata kepada Daud, “…Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian…” Berarti Tuhan berjanji akan membangkitkan keturunan Daud yang akan datang, atau yang belum dilahirkan bagi Daud saat janji itu diberikan. Adonia telah lahir sebelum Daud menjadi raja atas seluruh Israel (2Sam. 3:2-4), sedangkan janji Tuhan dalam 2 Samuel 7:12 dinyatakan setelah Daud menjadi raja atas seluruh Israel. Salomo belum lahir ketika janji itu diberikan, dan Tuhan sendiri menyatakan kasih-Nya kepada Salomo (2Sam. 12:24-25). Berarti Salomo, bukan Adonia, yang seharusnya menjadi raja sesuai dengan kehendak Tuhan.

Tetapi Adonia bertindak sendiri. Dia melantik dirinya sendiri menjadi raja. Mengapa dia berani melakukan itu? Karena tradisi bangsa-bangsa lain pun demikian. Penerus takhta adalah anak paling tua yang masih ada ketika raja yang lama harus diganti. Tetapi cara Tuhan tidak harus diikat oleh tradisi. Tuhan memilih Salomo, anak dari Batsyeba. Bukankah Batsyeba adalah perempuan yang diambil Daud dari suaminya yang sah? Ya. Tetapi Tuhan memulihkan keadaan Daud dan Batsyeba, bahkan mengambil anak Daud dari Batsyeba sebagai penerus takhta Daud. Tindakan Adonia sangat berani, tetapi penuh perhitungan. Dia memanggil Yoab dan Abyatar sebagai panglima tentara dan imam, yang memang lebih senior dari pada Benaya dan Zadok, panglima dan imam yang lebih baru. Yoab adalah panglima utama Israel ketika terjadi peperangan, sedangkan Benaya adalah pemimpin dari tentara-tentara pengawal Daud yang terdiri dari orang-orang non Israel. Jika orang-orang yang tidak memihak Adonia ini mau memerangi Adonia, maka mereka akan kalah karena di mata orang Israel mereka sedang memberontak kepada calon raja yang sah. Tetapi kalau Daud sendiri yang memerintahkan bahwa Salomo yang akan menjadi raja, barulah kekuatan Adonia hancur sama sekali. Adonia mungkin tidak berpikir bahwa ayahnya masih mampu mengambil keputusan. Dia menganggap ayahnya sudah tidak mampu melakukan apa pun selain menunggu kematian saja.

Inilah gambaran tentang Adonia yang melanjutkan sifat raja-raja dunia yang gila kekuasaan dan sibuk mengikat persekutuan dengan orang-orang yang dianggap kuat guna mempertahankan kekuasaan. Semua cara dilakukan kecuali mencari kehendak Tuhan. Benarkah Tuhan berkenan? Jika Tuhan tidak berkenan, kekuatan siapakah yang sanggup melawan? Kebodohan Adonia (dan juga kebodohan banyak orang-orang lain, mungkin termasuk kita sendiri) adalah karena dia tidak menganggap perlu menjalin relasi dengan Allah. Yang penting koneksi dengan manusia yang kuat sudah terjalin, pasti takhtanya aman. Tetapi siapakah yang sanggup melawan Tuhan? Seharusnya dia mencari kehendak Tuhan dan memastikan untuk menaati kehendak Tuhan itu.

Untuk direnungkan:

  1. Tuhan membangkitkan banyak orang besar di dalam sejarah, tetapi Tuhan hanya membangkitkan satu Orang untuk menguasai seluruh sejarah. Hanya Kristuslah yang akan berkuasa atas segala sesuatu. Bukan Daud, bukan Salomo, bukan para raja di dalam kitab ini, tetapi hanya Kristus. Kalau hanya Kristus yang Allah bangkitkan untuk menjadi Raja di atas segala raja dan Penguasa atas segala sesuatu, sudahkah kita sekarang tunduk kepada Dia? Sudahkah kita tunduk kepada Dia lebih dari pada tunduk kepada kekuatan apa pun di dunia? Sudahkah kita tunduk kepada Dia lebih daripada tunduk kepada jaminan duniawi untuk hidup sejahtera?
  2. Dunia dipenuhi dengan orang-orang seperti Adonia. Orang-orang yang mencari kesempatan di dalam peluang yang tersedia tanpa mencari kehendak Allah. Benarkah Allah berkenan saya melakukan hal ini? Bergumul mencari kehendak Allah bukanlah hal yang mudah, tetapi harus selalu dilakukan oleh umat-Nya. Adonia berdosa karena mementingkan ambisi pribadi lebih daripada melaksanakan kehendak Tuhan. Kita juga berdosa kalau melakukan hal yang sama. Mari mengingat kembali Yakobus 4:13-15, jika Tuhan berkehendak, maka saya akan melakukan ini dan itu.
  3. Daud yang agung dan perkasa sekarang telah menjadi tua. Dia yang pernah membunuh Goliat dan menjadi panglima paling sukses dalam sejarah Israel, dia yang pernah menjadi salah satu raja paling tangguh tanpa sekali pun mengalami kekalahan dalam perang sekarang terbaring tak berdaya. Satu-satunya hal yang dicari Daud adalah berdiam bersama dengan Tuhan. Itulah yang membuat dia tidak peduli dengan begitu banyaknya prestasi yang dia raih. Itulah juga sebabnya dia tidak peduli nama besar, posisi raja, dan kekuatan berperang. Dia lebih peduli diperkenan oleh Allahnya. Dia lebih merindukan Allahnya melampaui keinginannya akan pujian dunia ini. Selidikilah Mazmur-mazmur Daud dan kita akan temukan, Allah adalah segalanya bagi Daud. Itulah sebabnya di saat tua dan terbaring tidak berdaya, kekuatan iman dan pengharapannya tidak pernah mati. Dia tetap melihat kepada Allah, mengharapkan belas kasihan Allah saja, dan menantikan saatnya dia boleh berdiam dalam rumah TUHAN sepanjang masa (Mzm. 23:6). Kerinduan-kerinduannya untuk melihat kepada Allah, mengharapkan belas kasihan Allah, dan menantikan saatnya boleh berdiam bersama dengan Allah sepanjang masa, adalah kerinduan-kerinduan yang akan Tuhan kabulkan. Inilah kekuatan Daud. Kerinduan-kerinduan akan kekayaan, kekuasaan, kenikmatan hidup duniawi, semua itu akan mengecewakan ketika kita menjadi tua, tidak berdaya, dan terbaring di tempat tidur. Tetapi kerinduan-kerinduan memandang wajah Allah, mendapatkan belas kasihan Allah, dan berdiam bersama dengan Allah, adalah sumber kekuatan yang tidak akan pernah hilang. Kerinduan seperti itu justru menjadi makin nyata kekuatannya saat kita menjadi tua, tidak berdaya, dan terbaring di tempat tidur. Apakah yang menjadi kerinduan kita sesungguhnya? (JP)

1 Raja-raja 1:1-27