Yesus, Sang Raja

Reforming Heart - Day 517

Yohanes 18:28-40

Yesus, Sang Raja

Devotion from Yohanes 18:28-40

Setelah dari pengadilan Imam Besar, orang-orang Yahudi membawa Yesus kepada Pilatus. Pilatus, wali negeri, adalah seorang Prefect (pimpinan militer dengan kedudukan di bawah gubernur) Romawi. Dia memutuskan perkara hukum yang hanya boleh diputuskan oleh Kekaisaran Romawi. Kejahatan-kejahatan besar dan menuntut eksekusi mati pelakunya tentu merupakan wilayah Pilatus. Orang-orang Yahudi ingin mematikan Yesus, dan cara yang mereka pakai adalah menyerahkan Dia ke dalam hukum Romawi dengan tuntutan hukuman mati. Mereka ingin memakai tangan Kekaisaran Romawi untuk melaksanakan rencana busuk mereka. Kebencian mereka karena perselisihan tentang hal-hal agama dan adat istiadat membuat mereka ingin membunuh Yesus. Yesus telah menghina tradisi mereka dan Yesus telah merendahkan agama mereka. Karena hal-hal ini, mereka ingin menghancurkan hukum Allah, mengabaikan perintah Tuhan, menginjak-injak penghargaan kepada keadilan, dan membunuh Yesus. Yesus harus mati karena alasan yang sangat penting, yaitu Yesus telah menghina agama mereka. Tetapi bukankah Yesus menggenapi Perjanjian Allah kepada Israel di dalam Kitab Suci? Ya. Jika Yesus yang menggenapi Perjanjian Allah kepada Israel, mengapa mereka ingin membunuh Dia? Karena mereka bukanlah Israel yang sejati. Mereka berasal dari dunia ini. Dunia berdosa yang membenci Tuhan dan membunuh siapa saja yang diutus Tuhan kepada mereka. Merekalah orang-orang yang sama dengan para pembunuh nabi. Merekalah yang melempari orang-orang yang diutus Allah kepada mereka. Merekalah yang akan menanggung darah orang-orang benar yang menjadi martir bagi Allah. Mereka bertindak atas nama Yahudi? Tidak. Yahudi sejati mengenal Raja mereka. Mereka adalah kelompok Yahudi pembangkang. Merekalah penyebab Tuhan membuang mereka. Murka dan kebencian Tuhan kepada Israel dinyalakan oleh orang-orang seperti mereka dan hingga saat Yesus datang pun mereka tetap menjalankan kebiasaan mereka untuk membangkitkan murka Allah. Mereka membangkitkan murka Allah dengan membunuh Orang Benar yang paling dikasihi Allah!

Tetapi mereka tidak mau melakukan dosa mereka dengan cara yang melanggar hukum Allah. Meskipun motivasi mereka, hati mereka, cara pikir mereka, rancangan mereka, semua sangat kotor, najis, dan penuh kebusukan, tetapi mereka tidak ingin melanggar Taurat dengan menajiskan diri mereka. Biarlah hati dan jiwa mereka membusuk di neraka, tetapi setidaknya tindakan mereka terlihat suci. Maka mereka datang ke Pilatus dengan niat membunuh orang, tetapi menolak masuk ke gedung pertemuan bangsa kafir karena takut menajiskan diri (ay. 28). Ini cara pikir yang paling munafik. Alkitab membongkar cara pikir orang-orang seperti ini. Pencurian, korupsi, pembunuhan, hawa nafsu najis, dan segala kejahatan lain dilakukan, tetapi semuanya disembunyikan di balik menjalankan perintah Tuhan dengan cara yang kelihatan. Biarlah yang tidak kelihatan terus kotor dan najis, asalkan yang kelihatan bisa terlihat suci dan baik. Biarlah mereka tidak najis karena masuk ke gedung bangsa kafir, walaupun hati mereka yang penuh kekejian akan membawa mereka masuk ke neraka!

Pilatus tidak ingin menghukum Yesus hanya karena desakan orang banyak. Tetapi dia juga tidak ingin terjadi kekacauan di Yerusalem. Dia pun mulai menjalankan prosedur yang biasa dikerjakan jika ada tuduhan terhadap seseorang yang harus diputuskan oleh pengadilan Romawi. Dia menanyakan kejahatan Yesus, dan orang banyak mengatakan bahwa Dia bersalah karena melakukan kejahatan. Jawaban yang menunjukkan sebuah tuduhan palsu. Mereka berusaha meyakinkan Pilatus bahwa Yesus penjahat. Apakah argumen mereka? Argumen mereka adalah, “karena kalau bukan penjahat, tentu kami tidak membawa Dia kepadamu, Pilatus.” Jadi apakah kejahatan Yesus? Kejahatan Yesus sangat besar, buktinya adalah Dia dibawa kepada Pilatus. Tetapi kejahatan yang sangat besar itu tidak dapat dideskripsikan oleh mereka. Karena begitu besarnya kejahatan Yesus sehingga mereka tidak bisa menjelaskan kejahatan itu dengan kata-kata. Betapa palsunya orang-orang ini. Apakah kejahatan Yesus? Dia membunuh orangkah? Dia mencuri? Merampok? Membuat keributan? Mengepalai pemberontakan? Atau apa? Kejahatan apakah yang sedemikian besar dan tak terdefinisikan itu? Ayat 31 menunjukkan bahwa Pilatus bukan orang bodoh. Dia tahu bahwa ini hanyalah permainan licik dari orang-orang Yahudi yang membenci Yesus tanpa alasan yang jelas. Itu sebabnya dia meminta orang-orang Yahudi untuk mengadili Yesus berdasarkan Pengadilan Agama mereka. Kekaisaran Romawi mengizinkan Israel menjalankan hukum agama mereka, tetapi hukum agama itu tidak mencakup mengeksekusi mati pelanggar-pelanggar agama yang dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Agama itu.

Tetapi apakah jawaban orang-orang Yahudi itu? Mereka menjawab bahwa pengadilan agama tidak cukup. Mengapa tidak cukup? Karena mereka sudah memutuskan bahwa Yesus harus dihukum mati. Mereka telah menentukan vonis mati bagi Yesus walaupun mereka tidak sanggup menjelaskan pelanggaran Dia! Di dalam Injil Lukas diungkapkan bahwa tuduhan mereka kepada Yesus adalah, bahwa Dia mengaku sebagai Mesias, Raja orang Yahudi (Luk. 23:2). Di dalam harapan mereka, ini adalah tuduhan yang akan sangat mendesak Pilatus. Raja orang Yahudi adalah julukan bagi dinasti Hasmonean, keturunan imam yang pernah menjadi penguasa Israel abad kedua sebelum Masehi. Tuduhan ini akan menjadi kekuatan mereka untuk menyetir Pilatus melakukan apa pun yang mereka mau. Tetapi apakah Pilatus terdesak oleh hal ini? Ternyata Pilatus tidak terdesak. Dia tetap berniat membebaskan Yesus walaupun orang banyak dan Yesus sendiri mengakui bahwa Dia benar-benar Raja yang akan datang itu. Mengapa Pilatus tidak peduli? Mengapa dia tidak terdesak? Bukankah kalau ada seorang mengaku dia adalah raja, itu akan menjadi ancaman bagi Kekaisaran Romawi? Tidak. Mengapa tidak? Karena selama “raja” itu tidak punya kekuatan tentara dan senjata untuk memberontak, Roma tidak akan peduli tentang dia. Walaupun Yesus benar-benar seorang raja, Romawi tidak akan melakukan apa-apa kepada Dia. Hanya jika Dia mulai merekrut pengikut, mempersenjatai mereka, dan bergerilya untuk melakukan pemberontakan, barulah Romawi akan memerangi Dia. Romawi tidak ingin merepotkan diri dengan memperkarakan setiap orang yang mengaku dirinya adalah raja. Dan tentu saja mereka juga tidak ingin merepotkan diri dengan memproses perkara dari seorang yang dituduh sebagai raja!

Tetapi, walaupun enggan, Pilatus tetap melakukan prosedur hukum sesuai dengan cara Romawi. Dia mulai menginterogasi Yesus. Dia tahu bahwa banyak orang yang menganggap Yesus adalah Mesias, Raja Israel yang akan datang itu. Dia langsung memulai interogasi dengan mendengar pendapat Yesus tentang diri-Nya. Ketika ditanya apakah Dia seorang Raja, Yesus menjawab dengan persetujuan. Yesus mengklaim bahwa Dia memang adalah Raja. Pilatus memperlakukan Yesus seperti seorang yang tidak waras yang dengan yakin menyatakan diri sebagai raja. Maka Yesus mengajarkan bahwa Dia adalah Raja sebelum Dia datang ke dunia ini, dan Dia datang ke dalam dunia ini untuk menjadi Raja dan memberi kesaksian tentang kebenaran. Perhatikan tekanan di dalam Injil Yohanes. Yohanes memberikan penekanan tentang asal Yesus. Dia berasal dari surga. Dia bukanlah seorang gila yang mengaku raja. Dia bukan orang tidak waras yang keliling di pinggir jalan mengklaim bahwa Dia adalah raja. Dia diutus dari surga untuk menjadi Raja di bumi! Untuk menjadi Raja adalah alasan Yesus datang, dan Dia bersaksi tentang kebenaran bahwa Dia adalah Raja. Apakah ini jawaban orang gila? Tidak. Mungkinkah orang gila menggerakkan seluruh massa dari Yerusalem untuk berkumpul di depan gedung pertemuan? Mungkinkah orang yang tidak waras membuat kegaduhan yang melibatkan para petinggi agama Yahudi? Jika Yesus orang gila, maka Dia dibunuh pun tidak akan memberikan dampak apa-apa. Tetapi jika Yesus adalah benar-benar Raja, maka Dia memang harus dibunuh. Tetapi jika Dia adalah Raja yang datang dari surga, siapakah yang berani membunuh Dia? Pilatus tidak mau memikirkan apa pun kecuali segera membereskan masalah ini secepat mungkin. Dia tidak ingin terlibat bahkan tidak ingin mendiskusikan apa pun. Setelah Yesus mengatakan bahwa Dia adalah Raja yang bersaksi tentang kebenaran, Pilatus membalas dengan keengganan membahas hal ini lebih lanjut. Dia hanya berkata pendek, “apakah kebenaran itu?” Kalimat pendek yang menghentikan pencarian tentang siapa Yesus. Siapakah Yesus? Orang gilakah? Apakah mungkin orang gila menyebabkan seluruh Israel gempar? Rajakah? Jika Dia Raja, di manakah tentara-Nya? Raja dari surgakah? Raja yang datang untuk menyaksikan kebenaran? Semua kemungkinan-kemungkinan ini dihentikan dengan kalimat “apakah kebenaran itu?” Banyak orang yang berlaku seperti ini untuk mengenal Yesus. Siapakah Dia? Allahkah? Manusiakah? Orang benarkah? Orang tidak waraskah? Yang mana pun Dia, saya tidak peduli. Yang penting masalah saya selesai. Saya tidak mau repot. Inilah tipe Pilatus. Dia sudah berdiri di depan Raja Surga, tetapi dia hanya ingin kasusnya segera selesai dan dia segera melanjutkan hidupnya. Sudahkah kita benar-benar mengenal Yesus? Sudahkah kita benar-benar serius mencari jawaban seakurat dan sebenar mungkin tentang Dia? Dia bukan orang yang tidak penting! Orang yang tidak penting tidak mungkin memberikan pengaruh sebesar yang Dia berikan. Jika Dia memang orang penting, mengapa memperlakukan kontroversi tentang Dia dengan perasaan menggampangkan? Mengapa anggap enteng pengenalan dengan pasti seorang yang pernah mati tetapi yang dipercaya telah bangkit dan telah memberikan pengaruh lebih besar daripada manusia mana pun yang pernah hidup di bumi ini? (JP)

Yohanes 18:28-40