Apakah Kita Seorang Pendusta di Hadapan Allah?

Devotion

Apakah Kita Seorang Pendusta di Hadapan Allah?

5 February 2024

Sering kali dalam kehidupan, kita menjadikan diri sebagai pusat segala sesuatu. Menjadi pusat artinya saya ingin semua orang mengerti keadaan saya, kalau kita lagi bad mood, orang lain harus mengerti, kalau kita lagi kecewa orang lain harus mengerti, kalau kita lagi susah orang lain harus datang segera menolong kita. Kita cenderung menempatkan diri pada posisi yang tidak seharusnya dan akhirnya menjadikan kita benar-benar kecewa karena kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan harapan. Makin kita ingin dimengerti makin kita kecewa. Makin kita kecewa, kehidupan kita makin jauh dari sukacita. Makin jauh dari sukacita, makin kita terhilang dan tidak menjadi apa-apa. Akhirnya relasi kita dengan Tuhan sebatas memuaskan agenda-agenda pribadi kita. Kita bisa saja terlihat rajin beribadah, rajin persekutuan, rajin berdoa, bahkan rajin baca Alkitab, namun secara aplikasi banyak kekacauan yang terjadi. Bahkan kita menjadikan Tuhan sebagai alat untuk menunjukkan posisi “rohani” saja.  Kita menyangka kita telah hidup di dalam kebenaran Allah, namun justru kita hanya sebagai seorang pendusta di hadapan Allah, yang merasa semua harus sejalan dengan apa yang kita mau. Pendusta yang hanya mengetahui firman Tuhan namun tidak benar-benar mengerti dan mengamini firman itu sendiri. Pendusta yang berpikir sudah tahu Allah, namun tidak mengenal sama sekali siapa Allah itu. Kita menjadikan diri pusat segala sesuatu.
Di dalam Injil Matius, dikatakan bahwa salah satu syarat dari mengikut Kristus adalah menyangkal diri. Secara sederhana, menyangkal diri berarti kita mengesampingkan segala keinginan atau kepentingan diri. Melalui penebusan Kristus, kita disadarkan bahwa keinginan diri kita sudah dicemari oleh dosa, sehingga segala keinginan yang muncul di dalam diri kita sudah terdistorsi oleh dosa. Akibatnya, kita menjadi seorang yang self-centered, padahal Allah menciptakan kita bagi kemuliaan-Nya, dan bukan bagi kemuliaan manusia itu sendiri. Maka menyangkal diri bukan berarti kita harus hidup terisolasi dari segala sesuatu yang ada di dalam dunia ini, tetapi menyangkal diri berarti kita diajak untuk peka terhadap keinginan diri yang berdosa, dan dengan rela hati mau meninggalkan hal tersebut demi pekerjaan Allah. Banyak orang berpikir dengan melayani Tuhan, kita akan kehilangan banyak waktu yang bisa didedikasikan bagi diri kita. Alkitab mencatatkan bahwa pada mulanya hidup kita diciptakan bagi kemuliaan Allah dan bukan bagi diri. Maka sebenarnya perintah Allah untuk menyangkal diri berarti kita rela untuk membuang dan meninggalkan segala kebiasaan berdosa kita, dan rela untuk mengikut pimpinan Allah. Kita tidak dipanggil untuk menjadi seorang pendusta yang egois tetapi hidup menyangkal diri dan memberikan semuanya bagi kemuliaan Tuhan. (MB)