Di abad 21 ini, pertanyaan “apa panggilan Tuhan bagi saya?” menjadi salah satu hal yang sangat populer di tengah pemuda Kristen. Pertanyaan seperti ini muncul di umur sekitar 25 tahun, di tengah kebosanan menjalani hidup sehari-hari, dan bingung dengan banyak hal yang bisa dikerjakan di dunia ini. Ada satu ironi di balik pertanyaan ini. Waktu bertanya apa panggilan Tuhan bagi saya, di balik pikiran kita berisikan ide tentang apa yang paling menguntungkan saya secara finansial dan sosial, namun tetap bisa dilabeli sebagai hidup yang melayani Tuhan. Seperti kita membeli satu kaleng kacang bercampur racun dan dicap logo BPOM atau aman untuk dimakan. Lalu kita membeli kaleng kacang itu dan percaya bahwa itu adalah kacang yang menyehatkan. Seperti inilah kita waktu bergumul mengenai panggilan hidup.
Seluruh isi kaleng (re: otak) yang kita punya adalah hal yang fasik, kafir, dan tidak Kristen. Waktu bergumul sungguh-sungguh, kita akan kaget dan mendapati bahwa benar isi kaleng itu racun. Kita sadar bahwa dalamnya adalah pengejaran akan uang, kenyamanan, kemampuan, atau nama kita. Racun ini kemudian kita balut dalam kalimat “ah, tapi kan gapapa. Tuhan bisa kok pakai pekerjaan ini untuk mendukung pelayanan gereja“. Pengejaran akan uang, kenyamanan, kemampuan, atau nama dibalut dengan manis dan indah dengan cap pelayanan gereja dan logo Kristen sebagai brand panggilan Tuhan.
Kita tidak berani jujur di hadapan Tuhan dengan berkata, “Tuhan, selama ini memang aku mengejar uang, kenyamanan, dan namaku, dan bukan kemuliaan nama-Mu.” Bila kita berani mengatakan demikian, maka ada tuntutan pertobatan dan perubahan hati yang total dari Tuhan dan kepada Tuhan. Munculnya satu kerelaan total untuk menerima kemungkinan apa pun yang menjadi panggilan Tuhan bagi kita secara pribadi ini hanya mungkin bila kita sungguh mengerti hidup ini dipelihara oleh tangan Tuhan dan ada pekerjaan Tuhan yang harus dituntaskan lewat hidup kita.
Sebagai pemuda Kristen, mari kita serius menggumulkan pertanyaan ini. Mari tidak menjadikan pertanyaan ini hanya sebagai notifikasi atau tanda kepada orang luar bahwa kita orang Kristen, tetapi isinya racun belaka. Mari bergumul dengan sepenuh hati bertanya dengan kesiapan untuk rela dipakai Tuhan. Bila tidak demikian, maka kita hanya asal bertanya dan seumur hidup tidak pernah mendapat jawaban dari Tuhan, karena pada dasarnya kita tidak menginginkan jawaban dari-Nya. Akibatnya, justru pertanyaan tersebut dijawab oleh setan dan akan membuat kita makin jauh dari Tuhan. Mari bertanya dengan jujur dan mengharapkan dengan rendah hati atas jawaban dari Tuhan. (DB)