Kehancuran Yehuda semakin dekat, dan naiknya Yoyakhin, anak Yoyakim, menjadi raja adalah terakhir kalinya dinasti Daud bertakhta di dalam kedaulatan kerajaan Yehuda. Setelah Yoyakhin, tidak pernah lagi ada satu pun raja di Yerusalem yang naik takhta dan memerintah tanpa diangkat oleh bangsa lain. Yehuda sudah begitu dekat dengan kehancurannya dan segala kebanggaan yang mereka miliki seperti Bait Suci dan penyertaan Allah serta takhta Daud, segalanya akan Tuhan ambil dari mereka.
Maka serangan bangsa Babel pun mulai. Sesuatu yang telah dinubuatkan oleh Tuhan melalui Yesaya pada zaman pemerintahan Hizkia sekarang tergenapi (2Raj. 20:17-18). Babel bergerak maju dan tidak ada yang dapat menghentikan mereka. Asyur telah mereka kalahkan. Mesir pun tidak berdaya menghadapi mereka. Tidak ada bangsa atau kaum mana pun di sebelah barat sungai Efrat yang sanggup menghadapi mereka. Babel memerangi dan menaklukkan begitu banyak bangsa di daerah barat tetapi ketika mereka berhadapan dengan Yehuda, raja Nebukadnezar sendiri yang memimpin Babel berperang. Betapa pentingnya kerajaan bernama Yehuda ini di mata Nebukadnezar! Yehuda bukan apa-apa dibandingkan dengan Asyur dan Mesir yang telah jatuh ke tangan raja Babel, tetapi raja Babel sendiri memimpin penyerangan ke Yehuda. Negara pecahan Israel itu ternyata sangat penting di mata Nebukadnezar.
Lalu yang lebih mengejutkan lagi adalah posisi Nebukadnezar di hadapan Tuhan. Tuhan menganggap Nebukadnezar sebagai hamba-Nya (Yer. 25:9). Ini hal yang sangat menyakitkan hati Yehuda. Tuhan sekarang menyebut raja bangsa kafir sebagai hamba-Nya. Bahkan Tuhan mengatakan telah menyerahkan tanah perjanjian ke tangannya, bahkan dia akan berkuasa atas segala ciptaan Tuhan yang lain (Yer. 27:6). Raja Babel mengambil alih tugas dan kepercayaan yang Tuhan berikan kepada umat-Nya! Paulus telah mengatakan bahwa Tuhan hendak membangkitkan cemburu dalam diri umat Tuhan dengan memanggil yang “bukan umat” sebagai “umat” (Rm. 10:19). Tuhan memanggil raja Nebukadnezar sebagai hamba. Ini mempunyai dua makna. Yang pertama adalah makna dalam perjanjian Tuhan. Tuhan menganggap Nebukadnezar sebagai hamba yang melaksanakan tugas-Nya. Umat-Nya telah gagal melaksanakan tugas yang Tuhan percayakan, maka Tuhan memanggil Nebukadnezar dan dia akan taat dan berhasil menjalankan tugas yang Tuhan percayakan, yaitu menghancurkan bangsa-bangsa di sebelah barat sungai Efrat.
Makna yang kedua, sebutan hamba bagi raja besar Nebukadnezar merupakan pernyataan bahwa Tuhanlah yang berotoritas atas Nebukadnezar dan Babel. Tuhanlah Raja di atas segala raja, sedangkan Nebukadnezar hanyalah satu dari antara banyak raja di bumi yang harus tunduk kepada Sang Raja, yaitu Tuhan semesta alam. Nebukadnezar akan jadi penguasa baru umat Tuhan. Dia akan menaklukkan umat Tuhan dan menundukkan mereka, bahkan menghancurkan kekuatan mereka sama sekali. Tetapi penaklukkan ini dilakukan karena kehendak Tuhan. Tuhan tidak ikut takluk. Dialah yang menaklukkan! Nebukadnezar adalah hamba yang melaksanakan tugas Tuannya, yaitu Tuhan. Dia raja agung yang sujud di kaki Raja segala raja.
Bacaan kita hari ini juga mengatakan bahwa Yoyakhin tidak melawan ketika Nebukadnezar datang menaklukkan Yerusalem. Dia beserta seluruh keluarganya datang menemui raja Nebukadnezar dan menyerah kepadanya. Ini adalah sesuai dengan kehendak Tuhan. Tuhan mau raja Yehuda sujud dan takluk kepada Babel. Bahkan Tuhan mau semua bangsa-bangsa tunduk kepada raja Nebukadnezar (Yer. 27:8)! Demikian juga Yeremia terus bernubuat kepada raja Yehuda untuk tunduk kepada raja Nebukadnezar (Yer. 22:24-25). Karena itu, ketika Yoyakhin menyerah kepada raja Nebukadnezar, dia pun diperlakukan dengan baik. Dia tetap mendapatkan hidupnya dan boleh tinggal di istana raja Nebukadnezar. Dia tidak mati seperti raja-raja lain yang mencoba melawan Nebukadnezar.
Hal yang tragis dalam bacaan hari ini adalah ketika Nebukadnezar meninggalkan orang-orang tua dan lemah menjadi penghuni Yehuda dan Yerusalem. Alangkah tragis dan menyedihkan nasib tanah perjanjian itu sekarang… tidak ada lagi sorak sorai umat Tuhan yang bersukaria di dalam perayaan-perayaan mereka. Sekarang tanah itu kosong dan hanya ditinggali orang-orang lemah dan tak berdaya. Di manakah Israel? Israel telah lenyap dihancurkan Asyur. Di manakah Yehuda? Nebukadnezar telah memukul, membunuh, menangkap mereka. Kebanggaan Israel benar-benar Tuhan biarkan dibuang dan dihina bangsa lain. Tidak ada lagi kemegahan apa pun di seluruh tanah perjanjian. Seluruh tanah yang awalnya berlimpah susu dan madunya dan memberi berkat dengan limpah setiap bangsa yang tinggal di atas tanahnya, sekarang seperti padang gurun yang dihuni oleh roh-roh terkutuk. Tembok kota Yerusalem, takhta dinasti Daud, dan Bait Suci, sekarang sudah tidak ada lagi. Tuhan telah menghancurkan semuanya dalam murka-Nya. Jangan lihat raja Nebukadnezar. Dia hanyalah alat dari Sang Raja yang tengah menghukum umat-Nya yang berkhianat. Tuhanlah yang merobohkan tembok Yerusalem, membakar Bait Suci, membakar istana raja, dan membuang keturunan Daud ke pembuangan.
Untuk direnungkan:
Hari ini kita dapat renungkan apa yang terjadi ketika Tuhan menyatakan murka-Nya. Dia mengubah segala kemuliaan yang boleh dipancarkan melalui umat-Nya menjadi kehinaan yang mempermalukan mereka. Tuhan menghabisi semua hal yang baik di Israel dan Yehuda, serta meninggalkan segala yang lemah dan hina menjadi ciri dari tanah perjanjian itu. Renungkanlah hal ini! Beberapa hari ini kita terus melihat kisah murka Tuhan. Adakah ini menggerakkan kita untuk lebih serius memandang hidup kita untuk dipertanggungjawabkan kepada Dia? Siapakah yang seperti Yosia, yang setelah mendengar kisah kehancuran umat Tuhan segera berduka dan bertanya, Tuhan, apakah yang harus aku lakukan untuk menjauhkan murka-Mu dariku? Atau kita seperti kebanyakan raja-raja Israel ataupun raja-raja Yehuda yang jahat, yang mengabaikan firman Tuhan dan menghukum hamba-hamba Tuhan yang dengan setia menyatakan firman Tuhan? Atau kita dapat seperti kebanyakan orang Kristen pada zaman sekarang: mengabaikan setiap kata yang Tuhan nyatakan. Orang yang terus mendengar tetapi tidak berespons, terus ditegur, tetapi tidak bertobat. Orang-orang seperti inilah noda yang mempermalukan nama Tuhan. Tidakkah Tuhan berhak murka kepada kita atas cara hidup kita selama ini? Bukan saja Dia berhak murka, Dia pun akan murka jika waktu penghakiman-Nya datang. Dan di dalam penghakiman inilah segala kemuliaan, kesenangan, ketenangan, dan kebanggaan kita dihancurkan-Nya satu per satu. Berbaliklah dari cara hidup yang mendukakan hati Tuhan!
Hal lain yang harus kita renungkan juga adalah bahwa Tuhan tidak harus terikat dengan orang-orang yang telah Dia panggil. Ketika orang-orang yang telah Dia panggil melanggar janji mereka dan menolak Tuhan, maka Tuhan akan memanggil yang lain yang lebih layak. Dari dulu budaya Babel sudah sangat maju dan berpengaruh. Mengapa Tuhan memilih bangsa budak di Mesir dan mengeluarkan mereka dengan tangan yang kuat? Karena Tuhan mengasihi mereka. Tetapi ketika Tuhan menyingkirkan mereka, Tuhan juga menunjukkan bahwa Dia bisa memakai siapa pun untuk menggantikan mereka yang telah mengabaikan Tuhan.
Pertanyaan renungan:
Sadarkah kita kalau seruan-seruan peringatan para nabi telah makin jarang didengar pada abad ke-21 ini? Adakah seruan damai sejahtera lebih sering kita dengarkan akhir-akhir ini? Tetapi damai sejahtera di tengah-tengah masyarakat yang rusak adalah damai sejahtera palsu. Damai sejahtera nabi palsu diserukan ketika pasukan Babel tengah berbaris untuk menghancurkan umat Tuhan. Murka Tuhan sudah dekat, maukah kita kembali hidup setia dan meninggalkan dosa-dosa kita sekarang? (JP)