Kitab Samuel ini sungguh penuh dengan drama. Bayangkan, baru dilantik jadi raja, bahkan diakui oleh seluruh rakyat sebagai raja yang berani, Saul sudah jatuh di dalam dosa ketidaktaatan. Seperti yang dikatakan dalam 1 Samuel 9:16, salah satu tugas raja yang dipilih Tuhan adalah membebaskan Israel dari Filistin. Bangsa-bangsa di sekitar Israel sangat gencar memberikan gangguan kepada Israel. Tuhan melarang Israel menjalin relasi dengan bangsa-bangsa di sekitar mereka karena Tuhan tidak ingin mereka diserongkan oleh agama bangsa-bangsa lain itu sehingga akhirnya mereka menolak Tuhan. Tetapi Tuhan juga tidak ingin adanya penindasan. Filistin sangat kuat dan menjadi penindas Israel pada saat itu. Tuhan membiarkan Israel ditindas sebagai penghukuman karena tidak setia kepada Dia. Tetapi ketika Israel kembali kepada Tuhan, memohon pengampunan Dia, maka Dia pun membebaskan Israel dari penaklukan bangsa Filistin. Filistin sendiri sebenarnya bukanlah satu kerajaan yang utuh. Mereka terdiri dari banyak raja-raja yang bersatu karena kesamaan bangsa. Jadi tidak ada seorang raja ataupun satu pasukan kerajaan yang harus dihadapi Israel. Israel harus memerangi sejumlah raja-raja kota dari Filistin. Itulah sebabnya meskipun Filistin pernah dikalahkan dalam peperangan oleh Israel di bawah Samuel, mereka tetap kuat dan tetap menaklukkan Israel. Alkitab mencatat bahwa nanti Daudlah yang akan menaklukkan Filistin dan menyebabkan kehancuran final mereka. Tetapi seandainya Saul taat, maka mungkin saja pertempuran perdananya dengan orang Filistin akan menghancurkan Filistin secara total. Lihat kembali 1 Samuel 10:8. Ada satu tanda lagi yang akan Tuhan kerjakan melalui Saul. Tuhan akan menghancurkan Filistin melalui Saul dengan tanda penyertaan yang akan Dia berikan di Gilgal. Tetapi bacaan kita hari ini mengatakan bahwa Saul tidak menantikan tanda penyertaan dari Tuhan. Dia tidak menunggu Samuel karena takut rakyat akan meninggalkan dia. Ayat 9 mengatakan akhirnya Saul sendiri yang mempersembahkan korban kepada Tuhan. Ini melanggar apa yang Tuhan perintahkan dalam 1 Samuel 10:8. Dalam 1 Samuel 10:8 Tuhan akan memberitahukan Saul apa yang harus dia perbuat. Tuhan akan menyatakannya melalui Samuel. Tetapi Saul tidak mau menunggu. Dia mengandalkan kekuatan sendiri dan karena itu dia menjadi takut ketika pasukannya terus berkurang. Tetapi apakah Tuhan tidak sanggup menghancurkan musuh dengan sedikit orang? Gideon hanya diberikan 300 orang oleh Tuhan untuk menghadapi pasukan Midian yang sangat besar sehingga nyaris tidak dapat dihitung jumlahnya (Hak. 7:16-25). Tuhan ingin melakukan hal yang sama dengan yang Dia kerjakan melalui Gideon. Dia mengirim sepasukan kecil umat-Nya menghadapi pasukan seperti pasir di laut. Setelah itu dengan perantaraan seorang utusan, Tuhan memanggil seorang pemimpin di Israel. Dan pemimpin itu akhirnya menghancurkan musuh yang sangat besar dengan tentara yang sangat sedikit. Inilah yang Tuhan kerjakan melalui Gideon dan yang akan Tuhan kerjakan lagi melalui Saul. Ketika seluruh Israel mulai gemetar dan tentaranya terserak, Saul tidak ingat apa yang Tuhan kerjakan melalui Gideon. Dia hanya tahu kekuatannya makin habis. Maka dia tidak taat kepada perintah Tuhan meskipun Samuel sudah memperingatkan dengan keras pada 1 Samuel 10:8 dengan mengatakan “camkanlah, aku akan datang kepadamu […] dan memberitahukan kepadamu apa yang harus kaulakukan.”
Ketidaktaatan Saul berdampak sangat buruk bagi dia sendiri. Yang pertama dia tidak dapat menyaksikan bagaimana Tuhan bekerja menghancurkan musuh-musuh-Nya dengan kekuatan yang sedikit. Dia gagal menyaksikan Tuhan bekerja melalui dirinya. Dia tidak bisa mencatatkan namanya dalam sejarah Israel sejajar dengan Gideon yang memukul musuh yang sangat besar dengan kekuatan kecil. Yang kedua adalah Tuhan tidak jadi memakai Saul dan dinastinya untuk menjadi dinasti kerajaan yang tetap selama-lamanya. Di sinilah kita melihat keagungan rancangan Allah. Allah telah menetapkan Daud menjadi raja dan keturunannya akan terus berkuasa atas takhta di Israel. Tetapi Daud dipanggil karena Saul sudah tidak lagi taat kepada Tuhan. Saul tetap diberikan janji yang besar oleh Tuhan dan janji itu tidak akan dicabut oleh Tuhan andaikata Saul tetap setia kepada Tuhan. Benarkah Tuhan sudah memilih orang-orang di dalam ketetapan kekal-Nya? Ya. Tetapi ini tidak berarti Dia tidak bersungguh-sungguh ketika Dia menjalankan ketetapan-Nya di dalam sejarah. Siapakah raja Israel? Dari keturunan manakah dia? Kejadian 49:10 mengatakan dari Yehuda. Tetapi Saul, yang bukan dari Yehuda, dipilih oleh Tuhan dengan pilihan yang sungguh-sungguh diteguhkan oleh Tuhan. Bahkan pilihan itu tidak akan beralih kepada Daud, yang adalah suku Yehuda, jika saja Saul tetap setia (lihat 1Sam. 13:13-14).
Mari kita renungkan kelimpahan hikmat yang bisa kita pelajari untuk terus menyucikan hati kita:
1. Saul gagal karena dia tidak mengandalkan Tuhan, tetapi mengandalkan kekuatannya sendiri. Kita akan gagal jika kita mengandalkan kekuatan sendiri dan bukan mengandalkan Tuhan. Apakah yang dimaksud dengan mengandalkan Tuhan? Perhatikanlah sungguh-sungguh bahwa mengandalkan Tuhan berarti menaati Dia dan menjalankan kehendak-Nya. Mengandalkan Tuhan harus dimulai dengan berkata, “Jadilah kehendak-Mu…” (Mat. 6:10). Kita tidak bisa menjalankan hidup semau sendiri lalu lemparkan ke Tuhan setiap kali menemui masalah yang besar. Kalau kita tidak pernah taat, kita tidak berhak melemparkan kesulitan kita kepada Tuhan. Banyak orang mencari kesulitan sendiri tetapi melemparkan kepada Tuhan untuk jalan keluarnya. Saul sedang melakukan panggilan Tuhan, dan dia sedang bersiap melakukan perang Tuhan. Tetapi dia tidak mau berserah, percaya, dan taat kepada perintah Tuhan. Dia mau jalankan dengan cara sendiri dan dengan mencari kemuliaan bagi diri dengan mengatakan, “tangankulah yang membuat semua ini berhasil!” Maka kita pun harus mengerti dahulu bahwa kita sedang menjalankan apa yang Tuhan mau jalankan. Kita harus dengan jujur dan tulus mengerjakan apa yang akan mempermuliakan nama Tuhan. Setelah itu barulah kita boleh mengatakan: Tuhan, aku berserah kepada kekuatan Tuhan.
2. Mengandalkan Tuhan juga berarti menjalankan segala cara sesuai dengan ketaatan kepada firman. 1 Samuel 10:8 mengatakan bahwa Saul akan diberi instruksi tentang bagaimana dia harus bertindak ketika sudah mengumpulkan pasukannya di Gilgal. Gilgal adalah tempat yang sangat penting karena di situlah orang Israel memperbarui perjanjian dengan Tuhan dan mengingat bahwa Tuhan telah menepati janji-Nya untuk membawa Israel ke tanah perjanjian (Yos. 5:7-9). Di Gilgal jugalah Yosua menegakkan 12 batu peringatan untuk seluruh keturunan Israel sehingga mereka mengingat bahwa Tuhan pernah membelah sungai Yordan untuk memberikan jalan bagi bangsa Israel untuk masuk ke tanah perjanjian yang Tuhan janjikan (Yos. 4:20-24). Gilgal menjadi tempat yang sangat menguatkan Israel karena menjadi pengingat bahwa Tuhan membawa mereka melalui banyak kemenangan dengan tanda-tanda ajaib. Laut yang terbelah, perang yang dimenangkan dengan cara yang ajaib, sungai Yordan yang terbelah, dan tembok kota benteng yang runtuh karena teriakan orang Israel, semuanya seharusnya mengingatkan Saul bahwa Tuhanlah yang memberi kemenangan, asalkan dia setia dan taat menjalankan apa yang Tuhan perintahkan kepada dia. Mari kita pun menjalankan hidup dengan ketaatan kepada firman. Hidup jujur dan murni, tidak melakukan tipu daya seperti dunia. Dan ketika saudara mengatakan, “tidak mungkin bisa menjalani pekerjaan saya kalau saya tidak kompromi sedikit. Saya harus kompromi sedikit karena cara sesuai firman Tuhan itu mustahil bisa berhasil,” maka ini sama dengan Saul yang mengatakan, “Samuel tidak datang-datang, dan rakyat mulai takut. Tentaraku mulai lari dan pasukanku makin berkurang. Ya sudah, tidak usah cara Tuhan. Cara saya saja karena cara Tuhan mustahil!” Saul, dan juga kita, akan gagal melihat cara unik Tuhan. Saul, dan juga kita, juga akan gagal untuk melihat diri terus dipakai oleh Tuhan. (JP)