Dalam ayat 3 Samuel menyerukan kepada Israel untuk berbalik kepada Tuhan. Tidak seorang pun dapat berbalik kepada Tuhan sebelum dia menyadari bahwa dia sedang berjalan ke arah yang salah. Arah yang akan membuat sengsara hidupnya semakin genap! Kita perlu berbalik kepada Allah dengan segenap hati. Dan syarat pertama untuk dapat berbalik kepada Allah adalah dengan menjauhkan segala objek kesenangan, komitmen, dedikasi, dan sembah sujud kita di luar Allah. Mengapa menikmati kesenangan yang tidak diperkenan Allah? Mengapa memberikan komitmen kepada hal lain lebih daripada kepada Allah? Mengapa dedikasikan waktu, hidup, uang, dan kekuatanmu untuk hal lain tetapi tidak untuk Allah? Mengapa menyembah yang bukan Allah? Orang Israel begitu bodoh, sebab mereka menyembah ilah-ilah palsu. Tetapi kita pun tidak luput dari kebodohan yang sama. Kita menyembah benda, manusia, kedudukan, dan seribu satu hal fana lainnya. Tetapi pembaruan relasi dengan Tuhan harus dimulai dari berbalik. Berbalik dari apa yang begitu mengikat kita, dan kembali kepada Tuhan. Pertobatan bukanlah suatu seruan di mulut. Pertobatan juga bukan suatu langkah yang diambil untuk maju ke depan ketika mengikuti KKR. Tidak ada pertobatan sejati jika seseorang tidak juga meninggalkan dosa-dosanya.
Ayat 4 mencatat bagaimana orang Israel membuang berhala-berhala mereka. Karena mereka melaksanakan apa yang Samuel minta, maka Samuel pun berdoa bagi bangsa itu (ay. 5). Ayat 6 mencatat bahwa mereka menimba air, mencurahkan air itu di hadapan Tuhan, dan berpuasa. Tindakan mereka menunjukkan dukacita yang besar dan keinginan yang sangat agar doa mereka dikabulkan. Mereka begitu ingin Tuhan rela mengampuni mereka, maka mereka menolak makan dan minum. Bahkan hal yang sangat dibutuhkan tubuh mereka pun tidak mereka sentuh. Mereka tidak mau meminum air yang mereka timba, tetapi mereka mencurahkannya di hadapan Tuhan. Ini menunjukkan permohonan yang amat sangat agar dosa mereka diampuni. Begitu banyak orang meminta dengan sangat ngotot hal-hal yang akan dihabiskan untuk memuaskan nafsu duniawi mereka. Tetapi orang Israel meminta dengan sangat ngotot agar dosa mereka diampuni dan Tuhan memulihkan keadaan mereka. Seberapa ngototkah kita memohon kepada Tuhan agar Tuhan membersihkan kecemaran kita?
Manusia tidak akan memohon untuk kehidupan yang suci dengan kesungguhan seperti ini jika bukan Roh Tuhan yang menyentuh dan menggerakkan mereka. Manusia berdosa tidak akan melihat ini sebagai suatu kebutuhan yang sangat mendesak. Ketika orang Israel mencurahkan air yang mereka timba dan ketika mereka berpuasa, mereka ingin menyatakan kepada Tuhan bahwa permohonan mereka jauh lebih penting daripada kebutuhan dasar tubuh mereka sekalipun. Mengapa seseorang berpuasa? Mau melatih kemampuan menahan diri? Di dalam Alkitab orang-orang berpuasa untuk menyatakan bahwa keinginan yang mereka panjatkan dalam doa merupakan sesuatu yang mereka perlukan lebih dari makanan dan minuman. Orang Israel sadar bahwa mereka merindukan kesucian hidup dan pengampunan Tuhan lebih daripada makanan dan minuman. Roh Allah mencelikkan hati mereka untuk melihatnya.
Bagian selanjutnya adalah penuturan kisah peneguhan Samuel sebagai hakim. Allah sering kali memakai cara peneguhan seorang hakim atau raja dengan memakai dia untuk memimpin Israel mengalami kemenangan perang yang bersejarah. Debora dan Barak, Yefta, dan Gideon dalam Kitab Hakim-hakim; Samuel, Saul, dan Daud ketika mengalahkan Goliat dalam Kitab Samuel, mereka semua mengalami kemenangan perang yang fenomenal karena Tuhan mau meneguhkan kepemimpinan mereka di depan seluruh Israel. Karena itu pasal 7 menjadi bagian yang meneguhkan posisi Samuel sebagai hakim, tetapi kedudukan Samuel sebagai nabi yang akan dipakai Tuhan untuk melantik raja Israel baru akan dituturkan dalam bagian pertengahan dari kitab ini. Ini merupakan salah satu tujuan Kitab Samuel ditulis. Menyatakan periode di mana Tuhan akan mengubah cara-Nya memerintah Israel dengan mengalihkan kepemimpinan bangsa ini dari para hakim kepada seorang raja. Apakah perbedaan seorang hakim dengan seorang raja? Salah satu yang terpenting adalah seorang hakim memerintah secara individu, sedangkan raja yang akan diangkat akan memerintah secara dinasti. Baik dia maupun seluruh keturunannya akan diserahkan takhta Israel oleh Tuhan. Sampai kapan? Sampai Dia yang berhak atasnya datang. Inilah yang Tuhan nubuatkan melalui Yakub kepada Yehuda (Kej. 49:9-10). Tetapi para hakim tidak dipanggil secara dinasti. Itulah sebabnya setiap keturunan para hakim memerintah, selalu terjadi kekacauan di Israel (misalnya anak dari Gideon di Hakim-hakim 9:1-5, atau anak Eli dan anak-anak Samuel -1 Samuel 1:12, 8:1-3). Samuel adalah hakim terakhir Israel. Tetapi dia juga mempunyai tugas menjadi nabi yang mengurapi raja Israel. Sebagai hakim, Tuhan menyertai dia dan memberikan kemenangan ketika orang Filistin datang menyerang mereka. Alkitab mengatakan bahwa Tuhan mengguntur dari langit untuk mengacaukan barisan orang Filistin sehingga Israel dapat mengejar dan mengalahkan mereka. Kemenangan yang sangat luar biasa ini diperingati oleh Samuel dengan mendirikan sebuah batu dan menyebutnya “Eben Haezer”, yang artinya batu pertolongan, sebagai peringatan bahwa Tuhanlah yang menolong.
Kehidupan bersama dengan Tuhan merupakan kehidupan yang akan diberkati dengan pimpinan Tuhan. Kadang Tuhan memimpin kita masuk ke dalam peperangan, kadang Tuhan memimpin kita masuk ke padang rumput yang hijau. Ke mana pun Dia memimpin, tugas kita adalah mengikuti dengan setia. Kekudusan bukanlah suatu sikap pasif, karena kekudusan harus selalu dikaitkan dengan ketaatan. Ke mana Tuhan memimpin, ke sana hamba-Nya rela pergi. Pengertian “Eben Haezer” harus dilihat dengan cara yang seperti ini. Tuhan yang menolong, tetapi kita yang ditolong harus mendengar setiap instruksi dari Sang Penolong. Kalau ada seorang sedang terjatuh ke dalam lubang, lalu ada yang melempar tali untuk menolong dia sambil berteriak: “tangkap talinya dan pegang kuat-kuat. Jangan lepaskan ketika saya sedang menarikmu keluar!” maka tugas orang yang jatuh itu adalah taat. Jangan menolak dan membangkang. Samuel sadar bahwa Tuhanlah yang menolong, maka dia pun taat dan setia menjalankan tugasnya sebagai hakim. Ayat 13-17 menyatakan tentang kesetiaan Samuel menjalankan tugasnya sehingga ada keamanan dan damai di seluruh daerah Israel.
Mari bersama-sama merenungkan hal-hal berikut:
1. Apakah kita benar-benar ingin berbalik dari dosa-dosa kita? Seberapa besar kita menginginkannya? Benarkah keinginan untuk hidup suci mengalahkan semua kerinduan lain dalam hidup kita? Sebenarnya tidak ada sukacita dan damai yang lebih besar daripada hidup di dalam kekudusan. Tidak ada bahagia yang lebih besar daripada hidup yang diperkenan Allah. Mengapa kita mengejar hal-hal yang kurang penting? Karena dosa sudah begitu mengacaukan arah pandangan kita sehingga kita tidak lagi sanggup untuk melihat betapa krusialnya kekudusan hidup.
2. Apakah kita benar-benar tahu bahwa Tuhanlah penolong kita? Sudahkah kita sadar kalau kita perlu ditolong? Sudahkah kita berespons dengan taat secara aktif melakukan yang Penolong kita inginkan kita lakukan?
Kiranya Tuhan berkenan memberikan kepada kita kehidupan yang bebas dari segala macam berhala palsu sehingga kita boleh dipimpin dan ditolong oleh Tuhan ke dalam suatu kehidupan yang sungguh-sungguh menyembah Allah. (JP)