Saul dan Roh Samuel

Reforming Heart - Day 38

1 Samuel 28:1-25

Saul dan Roh Samuel

Devotion from 1 Samuel 28:1-25

Setelah mengisahkan kehidupan Daud yang tetap mendapatkan penyertaan Tuhan di daerah musuh, sekarang fokus kitab ini beralih kepada Saul. Berbeda dengan Daud, kehidupan Saul makin menurun. Baik pamornya, kekuatannya, dan keberaniannya makin jatuh. Ayat 3 memulai dengan mengingatkan kembali bahwa Samuel telah mati. Kalimat selanjutnya dari ayat 3 mengatakan bahwa Saul telah memunahkan semua ahli nujum dan pemanggil arwah. Imamat 19:31 dan 20:6 menyatakan bahwa Tuhan menganggap semua orang yang menanyakan pemanggil arwah dan meminta nasihat mereka adalah sama dengan penyembahan berhala. Ini adalah dosa yang sangat besar. Mengapa meminta petunjuk roh-roh untuk masa depan? Mengapa mencari hal-hal yang akan datang pada kuasa gelap? Mengapa meminta nasihat untuk kehidupan masa depan kepada orang yang sudah meninggal? Siapakah yang menentukan masa depan? Siapakah yang mengatur masa yang akan datang? Siapakah pemegang seluruh hidup seseorang? Bukankah hanya Allah saja? Jika demikian semua orang yang menanyakan kepada peramal sedang menghina Tuhan dengan memperilah ciptaan yang sebenarnya tidak mempunyai kuasa apa-apa akan waktu dan masa depan.

Tetapi Saul tidak pernah mengerti apa-apa yang dia kerjakan ketika menaati Tuhan. Ayat 3 dengan jelas menyatakan bahwa Saul telah menyingkirkan semua peramal dan pemanggil arwah. Tetapi sekarang dia mencari seorang pemanggil arwah. Ini sangat aneh. Apa yang dia kerjakan tidak pernah sungguh-sungguh keluar dari komitmen hati yang murni. Setelah menyingkirkan, sekarang mencari kembali. Kejadian berikutnya menggambarkan bagaimana Tuhan mengizinkan Samuel muncul kembali untuk bertemu Saul. Kejadian ini ternyata begitu mengagetkan si pemanggil arwah sehingga dikatakan dia berteriak dengan keras. Mengapa dia berteriak? Karena, berbeda dengan kejadian sebelumnya, dia tidak pernah mengalami kemunculan seperti ini. Tuhan sendiri yang memunculkan Samuel untuk berbicara kepada Saul. Sebagaimana kebiasaan para pemanggil arwah, mereka akan berbicara atas nama arwah, atau mereka akan kerasukan (atau pura-pura kerasukan) arwah yang dipanggil oleh pelanggan mereka. Mereka akan mengubah suara mereka dan mulut mereka menjadi media arwah berbicara kepada pelanggan mereka. Kita tidak tahu entah setan yang bekerja merasuki mereka atau mereka hanya penipu, tetapi para pemanggil arwah itu hanya berbicara menjadi wakil (atau menjadi medium) di dalam suara saja. Tetapi kali ini seseorang benar-benar muncul. Itulah sebabnya perempuan pemanggil arwah ini berteriak dengan keras. Bukan dia yang memunculkan Samuel, tetapi Tuhan. Dan kemungkinan Samuel jugalah yang memberitahu perempuan itu kalau orang yang ada di depan perempuan itu adalah Saul (ay. 12).

Perhatikan ayat 15: “lalu Samuel berkata kepada Saul…” Ini adalah ayat narasi, bukan ayat yang menceritakan pembicaraan orang-orang di dalam narasi. Karena narator sendiri yang mengatakan bahwa yang muncul adalah benar-benar Samuel, maka kita tidak bisa menafsirkan berbeda. Lagipula Tuhan juga pernah memunculkan Musa dan Elia di dalam Matius 17:3 di dalam peristiwa transfigurasi Tuhan Yesus. Dua kemunculan ini, baik dalam Kitab 1 Samuel maupun dalam Matius menunjukkan kedaulatan Allah atas dunia orang mati. Dua kemunculan ini tidak boleh membuat kita lupa bahwa Tuhan membenci orang-orang yang berusaha berkomunikasi dengan arwah orang mati. Komunikasi dengan arwah adalah kejijikan bagi Tuhan (Im. 19:31; 20:6). Fakta bahwa Tuhan dapat membawa mereka muncul tidak berarti keinginan untuk membawa orang mati muncul kembali adalah benar. Setelah muncul, Samuel mengatakan hal yang sama dengan yang pernah dia katakan sebelumnya kepada Saul (1Sam. 15:23, 28, 29), tetapi kali ini dengan suatu pernyataan penggenapan hukuman bagi Saul, yaitu bahwa Saul dan anak-anaknya akan mati besok (perhatikan ayat 19, “besok engkau bersama dengan anak-anakmu sudah berada bersama-sama dengan aku,” ayat ini tidak berbicara tentang surga atau neraka, tetapi tentang “mati”). Tuhan bahkan akan menyerahkan seluruh Israel ke dalam tangan orang Filistin.

Sebenarnya gambaran besar dari rencana Tuhan adalah membuat bangsa Israel aman dengan menaklukkan orang Filistin. Bahkan sebenarnya dengan tujuan inilah Tuhan membangkitkan raja di Israel (1Sam. 9:16). Setelah penaklukkan Filistin, maka Dia akan membangun bait suci-Nya. Inilah rencana besar Tuhan. Tetapi sepertinya seluruh rencana ini gagal. Saul, raja Israel, tidak setia kepada Tuhan. Daud, yang telah diurapi Tuhan menjadi raja, sekarang malah berdiam di daerah Filistin dan mengikat perjanjian dengan raja Filistin. Keadaan menjadi lebih kacau lagi karena dalam 1 Samuel 28:19 Tuhan bernubuat melalui Samuel bahwa raja Israel dan pasukan Israel akan diserahkan Tuhan ke tangan orang Filistin. Ini, ironisnya, menjadi nubuat terakhir Samuel. Jadi, adakah harapan? Apakah rencana Tuhan telah gagal? Ternyata tidak. Daud tetap setia kepada Tuhan. Meskipun ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa Daud siap pergi berperang dengan orang-orang Filistin, tangisan Daud atas kematian Saul dalam 2 Samuel 1:11-12 menunjukkan bahwa kesetiaannya kepada orang Filistin hanyalah strategi perang agar dia dapat melumpuhkan Gesur, Amalek, dan musuh-musuh Israel yang lain, walaupun sedang berada dalam pelarian.

Marilah kita renungkan tiga hal berikut.

  1. Kaitan bagian ini dengan seluruh Kitab 1 Samuel
    Bagian ini menunjukkan puncak dari kehancuran Saul secara nubuat. Kematian Saul dinubuatkan oleh Samuel sendiri yang, secara ajaib, diizinkan Tuhan untuk berbicara kembali walaupun dia sudah mati. Bagian ini juga menunjukkan keputusasaan yang sangat parah yang dialami oleh Saul. Dia tidak tahu lagi harus mencari suara Tuhan ke mana. Dia tidak pernah mendengarkan suara Tuhan sebelumnya, maka Tuhan meninggalkan dia. Sekarang, ketika firman itu ditahan dari Saul, dia merasa begitu ketakutan setelah ancaman bahaya dari Filistin datang. Bagian ini akan dilanjutkan dengan kehancuran final tentara Saul dan kematian Saul beserta anak-anaknya dalam 1 Samuel 31. Nubuat kehancuran pada bagian ini dilanjutkan dengan kehancuran yang sungguh-sungguh terjadi. Tetapi sebelum kehancuran itu sungguh-sungguh terjadi, seolah-olah Tuhan memberikan kembali firman kepada Saul, tetapi firman itu adalah firman yang memastikan kehancuran Saul.
  2. Apakah yang dapat kita pelajari
    Mari kita belajar untuk tidak mempermain-mainkan anugerah firman Tuhan. Tuhan memilih Saul dan berbicara kepada dia. Tuhan memberikan firman dan perintah, tetapi Saul berespons dengan sifat yang sangat meremehkan firman Tuhan. Siapa pun yang mendengar firman tanpa merasa adanya keharusan untuk taat, dia sedang menghina firman Tuhan. Mari kita tidak menguji kesabaran Tuhan. Jika kesempatan yang diberikan oleh Tuhan habis, maka Dia akan menarik firman-Nya dari kita. Jika itu terjadi, siapakah yang dapat menuntun kita di dalam hidup? Kita akan menjadi pengembara yang tersesat di padang gurun dan, seperti Saul, akhirnya akan merasakan keputusasaan yang sangat besar karena telah ditinggalkan oleh Tuhan. Kiranya Tuhan mencegah kita semua dari keadaan yang sama dengan Saul.
  3. Bayang-bayang Kristus
    Pada bagian ini dinyatakan bahwa Saul, raja yang sangat berkualifikasi menurut ukuran manusia, menemui kegagalan puncaknya. Dia mencari petunjuk arwah dan akhirnya mengalami kehancuran. Ini adalah gambaran betapa tidak berdayanya manusia menjalankan kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan untuk kehancuran Filistin tidak dapat dilaksanakan oleh Saul. Itu sebabnya kegagalan Saul membuat pembaca Kitab ini mengerti betapa perlunya Daud, raja yang diperkenan Tuhan, untuk mengambil tempat Saul sebagai raja dan menjalankan tugas menghancurkan Filistin. Demikian juga dengan Tuhan Yesus. Manusia yang gagal menggenapi rencana Allah atas penciptaan dunia ini perlu turun takhta dan menyerahkannya kepada Dia yang lebih berhak, yaitu Tuhan Yesus. Dialah yang akan berhasil menjalankan tugas menggenapi rencana Allah atas ciptaan sehingga Bait Suci, yaitu Gereja-Nya, bisa didirikan. (JP)

1 Samuel 28:1-25