Sumpah Saul

Reforming Heart - Day 16

1 Samuel 14:24-46

Sumpah Saul

Devotion from 1 Samuel 14:24-46

Ayat 24-46 memberikan gambaran mengenai kerohanian Saul melalui tindakan Saul di tengah-tengah pertempuran dengan orang Filistin. Saul memerintahkan seluruh Israel untuk berpuasa sampai dia membalas dendam terhadap musuhnya (ay. 24). Seluruh rakyat diminta mendukung dirinya! Saul tidak membela nama Tuhan ataupun keagungan nama Tuhan yang dinyatakan melalui umat-Nya, dia hanya ingin musuh-musuhnya hancur di dalam peperangan. Saul mengatakan bahwa siapa yang makan dan minum sebelum matahari terbenam, terkutuklah dia. Kutuk yang hanya dua kali pernah muncul di dalam Perjanjian Lama. Yosua mengikat orang Israel dengan sumpah yang sama (Yos. 6:26), di mana orang yang berani membangun kembali Yerikho akan terkutuk. Yosua melakukan hal ini untuk menunjukkan betapa besar kota itu sudah berdosa kepada Tuhan, dan karena itu layak mendapatkan hukuman kehancuran seperti yang tercatat dalam kitab Yosua. Siapa yang berani membangun kembali kota itu akan berada dalam kutukan yang besar karena dia sedang melawan Tuhan yang sudah menghancurkan Yerikho dengan membangun kembali kota itu. Begitu juga di dalam Hakim-hakim 21:18 ketika orang Israel bersumpah dengan menyatakan kutuk bagi orang-orang yang berelasi dengan suku Benyamin. Suku-suku lain tidak mau menjalin hubungan lagi dengan suku Benyamin karena kesalahan suku Benyamin yang sangat besar dengan membela kedurhakaan yang terjadi di tengah-tengahnya (Hak. 19:22-30; 20:13-14). Dari dua kisah ini, sumpah yang diucapkan adalah untuk mengutuk pelanggaran yang sangat berat dan yang menghina kesucian Allah. Sumpah ini mendatangkan kutuk kalau dilanggar, tetapi tidak mendatangkan berkat kalau ditaati. Ini berbeda dengan berkat dan kutuk yang Tuhan nyatakan dalam Ulangan 28. Sumpah kutuk ini mengikat orang ke dalam kutuk kalau mereka melanggar. Itulah sebabnya sumpah seperti ini hanya diucapkan untuk mencegah orang-orang melakukan perbuatan durhaka yang menghina kesucian Allah. Tetapi Saul meletakkan seluruh Israel ke dalam kutuk untuk mengharuskan mereka berpuasa! Apakah tidak berpuasa berarti pelanggaran berat seperti membangun kembali kota yang dihancurkan Allah, atau menjalin relasi dengan kaum durhaka? Puasa adalah suatu tindakan yang diambil untuk memohon belas kasihan Allah. Puasa tidak bisa dipaksakan tanpa adanya suatu perasaan dukacita. Bahkan orang-orang kafir di Niniwe pun tahu inti dari berpuasa adalah memohon kepada Allah dengan hati yang sangat berat. Mereka bahkan memerintahkan keharusan adanya pertobatan sejati bersamaan dengan puasa (Yun. 3:6-9). Tetapi Saul membuat orang-orang Israel berada dalam kutuk. Bayangkan betapa kejamnya raja ini! Dia membebankan kutuk bagi orang-orang yang tidak mau berpuasa sehingga semua berpuasa karena takut kutukan, bukan karena hati yang berdukacita dan ingin memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Berpuasa di bawah ancaman! Ini seperti seorang laki-laki menodongkan pistol ke seorang perempuan dan memaksa perempuan itu untuk mengatakan “aku cinta kamu”. Itu adalah omong kosong karena tidak dengan rela dikatakan. Puasa tidak mungkin menjadi bermakna bila dilakukan di bawah ancaman. Ketidakmampuan Saul menggerakkan orang-orang untuk berdukacita dalam memohon dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan membuat dia melakukannya dengan ancaman.

Dalam ayat 29 dinyatakan bahwa yang menyadari kesalahan besar Saul adalah anaknya sendiri, Yonatan. Yonatan mengatakan kalau ayahnya membuat seluruh tanah (yaitu Israel) celaka. Mengapa celaka? Karena mereka sedang berpantang makan dengan motivasi takut terkena kutuk. Mereka berpuasa tanpa ada hasil kecuali menjadi lemas dan tidak bertenaga. Apakah Tuhan tidak akan menambahkan kekuatan kepada orang-orang yang sedang merendahkan diri di hadapan Tuhan dengan berpuasa? Tentu Dia akan tambahkan. Tetapi orang Israel berpuasa karena takut kutukan Saul, bukan karena sedang merendahkan diri di hadapan Tuhan. Mereka memikul salib tanpa pahala. Yonatan berkata dalam ayat 29 bahwa tindakan ini bukan saja tidak berguna, tetapi bisa mendatangkan kebinasaan bagi seluruh Israel.

Bukti selanjutnya dari praktik berpuasa yang tidak berguna ini adalah kerakusan orang-orang Israel setelah waktu buka puasa terjadi. Saul mengatakan bahwa siapa yang makan sebelum matahari terbenam dan sebelum orang Filistin terpukul kalah akan terkutuk. Ayat 31 mengatakan mereka memang berhasil memukul kalah orang Filistin. Ini berarti waktu puasa sudah berakhir. Tetapi mereka dengan sangat rakus memakan kambing, domba, dan lembu tanpa proses yang pantas. Dengan rakusnya mereka memakan dengan darahnya. Inilah puasa palsu. Inilah ibadah penuh kemunafikan. Mereka menjalankan kewajiban agama karena terpaksa, tetapi ketika sudah tidak lagi harus, maka mereka dengan liar menunjukkan seperti apakah diri mereka sesungguhnya. Saul sangat jauh dari pemahaman akan kerohanian sejati. Itu sebabnya ketika rakyat memakan jarahan dengan darah, Saul begitu panik dan mendirikan mezbah. Ayat 35 mengatakan bahwa Saul mendirikan mezbah dengan penuh kepalsuan. Dia hanya takut Tuhan tidak memberikan kemenangan bagi dirinya. Dari manakah kesimpulan bahwa pendirian mezbah ini hanyalah tindakan pura-pura takut akan Tuhan dari Saul? Karena persis ayat setelahnya, dalam ayat 36, tanpa bertanya kepada Tuhan, Saul langsung memutuskan akan mengejar orang Filistin. Bayangkan! Baru saja dirikan mezbah, Saul bahkan tidak mau susah-susah tanya Tuhan apa yang harus dilakukan setelah itu!

Ayat 36 mengatakan bahwa imam mengingatkan Saul untuk tanya kepada Allah dulu. Tetapi Saul telah menyuruh rakyat puasa dengan ancaman kutuk, lalu mendirikan mezbah dengan penuh kepalsuan… inilah cerminan kerohanian Saul dan, sayangnya, kerohanian banyak orang Kristen hari ini. Maka Tuhan muak atas segala permainan palsu orang Israel yang dimulai dari raja mereka. Pura-pura puasa, pura-pura mendirikan mezbah… bayangkan betapa bobroknya tindakan agama seperti ini! Tuhan muak dan Dia menolak untuk memberikan jawaban apa pun. Tetapi Saul tidak sadar bahwa dialah yang telah mencelakakan Israel. Dia masih bertanya siapa yang berdosa. Orang yang paling berdosa sedang cari kambing hitam! Perhatikan keanehan yang terjadi. Saul membuat mezbah tetapi tidak mau bertanya kepada Tuhan apa yang harus dilakukan. Setelah diingatkan, maka dia bertanya, tetapi Tuhan tidak menjawab dia. Apakah dia introspeksi diri? Tidak! Dia yakin bahwa seluruh Israel yang harus dikoreksi. Itulah sebabnya dia berani menghadap Tuhan untuk bertanya siapa yang bersalah (ay. 41). Dia bertanya kepada Tuhan dengan memakai urim dan tumim, yang seharusnya menjadi wewenang para imam (Ul. 33:8). Ternyata yang terkena undian adalah Yonatan. Maka Yonatan mengatakan di dalam ayat 43 bahwa dia telah melanggar sumpah Saul yang mewajibkan seluruh Israel berpuasa. Yonatan bertanya, “haruskah aku mati?” (kata-kata Yonatan dalam ayat 43 yang diterjemahkan “aku bersedia untuk mati” bisa juga diterjemahkan menjadi kalimat tanya “haruskah aku mati?”). Pertanyaan yang dijawab Saul dalam ayat 44, “…engkau harus mati.” Tetapi rakyat menolak kalau Yonatan harus mati. Dan karena suara rakyat begitu penting bagi Saul (bahkan lebih penting dari suara Tuhan - 1Sam. 15:24), maka dia tidak jadi menghukum mati Yonatan. Inilah sumpah kutuk yang tidak berkuasa karena dinyatakan dengan motivasi yang salah.

Mari kita renungkan:
Sudahkah kita menjalankan ibadah dengan cara yang sungguh-sungguh dilakukan sepenuh hati? Adakah kita seperti Israel, yang berpuasa karena takut dikutuk? Ke gereja karena takut usaha kita tidak diberkati Tuhan? Berdoa karena takut tidak dapat untung di bisnis? Atau kita seperti Saul? Yang membangun mezbah tetapi setelah itu tetap tidak memedulikan Tuhan? Mengakui kedaulatan Tuhan dengan mulut tetapi hati tetap dikuasai oleh ketidakpedulian akan Tuhan. Tetap rencanaku, hidupku, kemuliaanku, kenyamananku, keuntunganku, itulah satu-satunya yang aku pedulikan. Dan celakanya, semua keberdosaan ini dilakukan sambil membangun mezbah, yaitu pelayanan palsu, ibadah palsu, dan doa palsu. (JP)

1 Samuel 14:24-46