Penuh Hingga Ujung Paling Tinggi

Christian Life

Penuh Hingga Ujung Paling Tinggi

9 May 2022

Ketika melihat dunia ini, kita mungkin akan berpikir bahwa hidup di dunia ini identik dengan kesulitan dan penderitaan. Bencana alam terjadi di mana-mana, sakit-penyakit bermunculan, atau bahkan tuntutan-tuntutan yang membebani pikiran kita yang makin lama makin menggunung. Makin kita dewasa, kita akan makin menyadari bahwa penderitaan dan tekanan akan terus berdatangan tanpa henti.

Ada sebuah syair yang ditulis oleh Dietrich Bonhoeffer yang bercerita mengenai penderitaan dan tangan Tuhan yang penuh kasih:
So reichst Du uns den schweren Kelch den Bittern
Das Leid gefuellt bis an der hoechsten Rand
Und nehmen wir ihn dankbar ohne Zittern
Aus Deinem guten und geliebten Hand.

Maka Engkau mengulurkan cawan yang berat lagi pahit kepada kami,
Yang berisi penderitaan, penuh hingga ujungnya paling tinggi
Dan kami mengambilnya dengan penuh ucapan syukur tanpa gentar
Dari tangan-Mu yang baik dan penyayang.

Pernahkah kita mencoba mengisi air ke dalam gelas sampai kelihatannya penuh, dan setelahnya kita teteskan air sedikit demi sedikit? Ajaibnya, air yang dimasukkan tidak luber. Air tersebut akan terus ditampung sampai permukaannya melengkung. Hal ini dimungkinkan oleh gaya tegangan permukaan air. Jika kita terus meneteskan air lagi, di satu titik, permukaannya akan menjadi sangat tinggi sampai gaya tegangan itu tidak akan lagi mampu menahan air itu. Jika melewati titik ini, isi gelas itu luber ke luar.

Dari lirik di atas, kita melihat bahwa Tuhan memberikan kita cawan yang berisi penuh akan penderitaan hingga ujung yang paling tinggi, bukan sekadar berisi penderitaan atau terisi penuh dengan penderitaan. Tuhan akan terus mengisi cawan kita, hingga penderitaan di dalamnya akan mencapai lengkungan yang tertinggi. Ia baru akan berhenti menambahkan penderitaan, tepat sebelum lengkungan tersebut menyentuh ujung permukaan.

Penderitaan merupakan salah satu ciri yang lekat akan kehidupan kita. Penderitaan tidak akan terhindarkan, betapa pun kita bersusah payah mencari kesenangan. Inilah mengapa “pelarian” kita selalu bersifat sementara. Makanan mungkin akan membuat kita senang untuk sementara, tetapi tidak akan berlangsung lama. Olah raga mungkin akan membuat kita merasa lebih santai tetapi itu pun tidak menyelesaikan penderitaan dan tekanan. Hidup orang Kristen adalah hidup yang menderita, karena kita tidak sama dengan dunia tempat kita hidup.

Tetapi walaupun begitu, kita harus menerimanya dengan penuh ucapan syukur dan tanpa kegentaran, karena tangan yang memberikan penderitaan itu adalah tangan yang baik dan penyayang. Tangan yang mengetahui seberapa besar cawan kita dapat menampung “air” tersebut. Tangan yang mengetahui apakah “air” di dalamnya sudah mencapai batas maksimum. Tangan itu pula yang akan melindungi kita di pagi hari maupun di malam hari. Tangan itu akan memberikan anugerah-Nya yang selalu baru tiap hari.

Maka walaupun kita melihat bahwa kesulitan dan penderitaan ada di mana-mana, ingatlah bahwa selalu akan ada tangan Tuhan, yang telah memberikan kesulitan dan penderitaan, melindungi dan menjaga kita dengan setia. (EG)