Teori vs Praktik

Devotional

Teori vs Praktik

19 June 2017
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." - Markus 12:30-31

Bagi para mahasiswa yang baru saja selesai mencicipi bangku kuliah dan terjun ke dunia kerja, akan menghadapi kenyataan kesulitan dunia pekerjaan. Kesulitan ini membuat terbersitnya di dalam pikiran kita, “Teori jauh lebih mudah dibanding praktiknya”. Apalagi teori yang dianggap sangat tinggi standarnya, aplikasi atau praktiknya akan semakin sulit terealisasikan.

Demikian juga dengan firman Tuhan, seperti kalimat sederhana dari Yesus Kristus, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu”. Teori dengan standar yang sangat tinggi, karena menjadi hukum yang terutama sebelum “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. Apakah mungkin kita sebagai manusia menjalaninya? Sejenak terlintas di pikiran, teori memang jauh lebih mudah dibanding praktik. Akan tetapi pengertian ini kita samakan dengan makna tersirat dibaliknya yang lebih banyak kita praktikkan, yaitu “tidak mungkin bisa dipraktikkan”. Benarkah itu?

Kristus Sang Manusia Sejati adalah satu-satunya teladan bagi setiap manusia di dunia, bahwa Ia tidak mengatakan kalimat tersebut untuk menjadi sekadar teori belaka. Ia telah melakukannya terlebih dahulu, jauh sebelum Ia mengatakannya dan memerintahkan manusia untuk menjalaninya. Kristus Sang Raja di atas segala raja, Ia telah membuktikan bahwa Ia mengasihi Allah Bapa dengan seluruh yang Ia miliki, bahkan nyawa-Nya pun Ia berikan demi menjalankan kehendak Bapa. Kristus Sang Allah membatasi diri-Nya dan Ia mau lahir ke dalam dunia. Inilah contoh nyata dan dorongan bagi kita sebagai seorang Kristen, bahwa “teori” tersebut bukanlah hal yang tidak mungkin “dipraktikkan”.

Jadi, adakah “teori jauh lebih mudah dibanding praktiknya” menjadi alasan kita untuk bersembunyi dan tidak melakukan hukum yang terutama tersebut? Bukankah alasan tersebut hanyalah pernyataan keberdosaan kita yang tidak ingin mengasihi Allah? Lalu, di manakah kuasa kebangkitan penebusan Kristus di dalam diri kita? Mari menghidupi firman dan nyatakan kuasa kebangkitan Kristus di dalam kehidupan sehari-hari kita! (PP)