Pdt. Stephen Tong pernah mengatakan, “To understand God, you must stand under God.” Ini adalah sebuah kalimat sederhana yang perlu kita renungkan lebih dalam, yaitu mengenai sikap hati kita saat belajar theologi dan kebenaran. Hal ini perlu kita kontraskan dengan pendekatan filsafat modern, khususnya logical-positivism yang banyak memengaruhi dunia pemikiran kita, khususnya yang berada di dalam dunia akademik.
Ketika kita mempelajari suatu bidang, kita diajarkan untuk menempatkan diri sebagai subjek dan bidang atau hal yang kita pelajari sebagai objek dari pembelajaran kita. Hasil yang kita pelajari dari penelitian, uji coba, atau observasi memberikan kita sebuah pengertian atau teori mengenai hal tersebut, dan sering kali hal ini dianggap pengertian yang objektif. Namun ada hal yang dilupakan dan tidak disadari oleh orang-orang logical-positivism pada umumnya, yaitu adanya selective perception yang sadar atau tidak sadar telah dibentuk oleh cara pandang atau wawasan dunia sang peneliti. Wawasan dunia inilah yang memberikan tendensi pemikiran kita bahkan mengaburkan proses penelitian kita.
Hal ini sering tidak disadari oleh para theolog atau orang-orang yang mempelajari kebenaran pada umumnya. Kita sering kali belajar theologi atau menggali Alkitab dengan berbagai motivasi dan wawasan dunia yang belum ditebus oleh kebenaran Alkitab. Hal inilah yang memunculkan banyak tafsiran yang tidak sesuai dengan pengajaran Alkitab itu sendiri atau bahkan tafsiran yang sudah masuk dalam kategori bidat.
Epistemologi Kristen tidak menempatkan diri kita sebagai subjek, ketika kita belajar kebenaran. Justru kebenaran yang diwahyukan oleh Sang Kebenaran itu sendirilah yang menjadi subjek. Kita berada di dalam posisi seorang yang harus tunduk kepada kebenaran itu, untuk dikuduskan, dibentuk, dan dididik di dalam kebenaran. Kita bukan seorang yang menentukan hal apa saja yang benar, tetapi kita diajar mengenai apa itu yang benar. Inilah artinya kita “stand under God”. Dengan pendekatan atau sikap hati yang mau tunduk kepada Allah, barulah kita bisa mengenal dan mengerti siapa Allah melalui kebenaran yang Ia wahyukan. Maka seberapa jauh kita telah menaklukkan diri kita ketika belajar kebenaran? Hanya orang-orang yang rendah hati mau dibentuk oleh Sang Kebenaran yang akan dianugerahi pengertian akan kebenaran yang sejati. (SL)