Salam kepadamu dari saudara-saudara semuanya. Sampaikanlah salam seorang kepada yang lain dengan cium kudus. (1Kor. 16:20)
Dalam zaman modern yang makin individualis, ditambah dengan efek dari pandemi yang membuat kita makin “nyaman” dengan keterasingan. Kita sudah terbiasa atau bahkan lebih berharap untuk hidup secara individualis, tidak perlu dibikin pusing oleh berbagai kompleksitas relasi yang mungkin terjadi ketika kita membangun relasi dan komunikasi dengan orang di sekitar kita. Padahal Paulus juga Petrus-dalam perikop lainnya-menyuruh kita untuk menyampaikan salam seorang kepada yang lain dengan cium kudus.
Cium kudus. Ciuman adalah salah satu gestur dalam kita menyapa seseorang. Di Indonesia mungkin bisa kita samakan dengan cipika-cipiki, jabat tangan, mungkin juga kepalan tangan, atau yang lebih akrab mungkin rangkulan. Paulus mengatakan tidak sekadar ciuman, melainkan ciuman kudus. Ini berarti salam kita sebagai satu Gereja, merupakan suatu bentuk deklarasi akan cinta kita terhadap satu dengan yang lainnya di dalam Tuhan.
Lalu apa maksudnya kita menyampaikan salam kita dengan cium kudus? Alkitab mau kita saling bertukar salam dengan tulus. Seberapa sering kita menyapa satu dengan yang lainnya hanya karena mata kita sudah bertemu, dan akan terasa aneh kalau tidak saling menyapa? Seberapa sering kita menyapa seseorang lalu langsung berjalan pergi hanya karena kita malas bercakap-cakap dengannya? Atau seberapa sering kita menyapa semua orang yang kita kenal yang lewat di depan kita, hanya karena merasa itu tugas saya sebagai seorang penatalayan? Alkitab mau kita tidak hanya menyampaikan salam, tetapi menyampaikan salam kita dengan tulus. Karena cinta di antara orang Kristen lah yang menjadi tanda bahwa kita adalah Gereja Tuhan.
Secara naturnya, manusia diciptakan sebagai keberadaan yang memiliki pribadi dan bisa berelasi dengan ciptaan lainnya, bukan hanya sesama manusia bahkan dengan ciptaan lainnya seperti binatang. Hal inilah yang menjadikan relasi bukan lagi pilihan tetapi sudah menjadi natur atau bagian hidup kita. Bahkan Alkitab menyatakan adanya ikat yang lebih erat lagi daripada sekadar ikatan kemanusiaan yaitu ikatan sebagai satu anggota tubuh, yaitu Gereja. Keberadaan kita sebagai gereja menjadikan kita bukan saja berelasi tetapi juga memiliki kedekatan bagaikan anggota tubuh yang satu dengan lainnya. Maka kualitas atau kedekatan relasi ini perlu dibina dan dipertahankan.
Sebagai Gereja Tuhan, Ia mau kita secara tulus berteman, dan lebih dalam lagi, juga memiliki persekutuan satu dengan yang lainnya. Salam yang tulus akan membawa kita kepada persekutuan antara satu dengan yang lainnya. Persekutuan yang hangat, yang saling mengenal dan dikenal, yang saling menjejak dan terjejak, yang saling membangun, dan sama-sama memuliakan Tuhan.
Jadi, jangan lupa untuk menyapa teman-teman kita dengan tulus, saudara-saudara seiman kita, orang di kanan maupun kiri kita, khususnya saat kita sedang datang beribadah kepada Tuhan. (EG)