Pada zaman ini kita sulit membayangkan adanya kasih di balik pedihnya pukulan rotan. Kita terbiasa dengan pemikiran bahwa mendidik itu harus penuh kasih, tidak boleh pukul. Di zaman ini, orang mengasihi kalau memberi kita hal yang kita suka dan inginkan. Di zaman ini, kita akan mengatakan, seorang ibu yang mendisiplin anak dengan pukulan itu bukan mendidik, tetapi bentuk kekerasan. Dia abuse anak itu. Mana boleh pukul anak. Kalau kita mengasihi dia, kita mengerti kesulitan dia. Kita berikan apa yang dia mau atau menjelaskannya pelan-pelan. Itulah kasih. Itulah cara seharusnya kita mendidik seseorang. Pandangan inilah yang sering kita anggap sebagai bentuk didikan yang benar dan kita juga “pikir” dengan cara itulah Tuhan mendidik kita, yaitu dengan kasih tanpa menghukum kita.
Namun, Alkitab tidak mengajarkan demikian. Dalam Amsal 23:14, Salomo menuliskan, “Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati.” Firman Tuhan menegaskan, jangan tahan didikanmu dengan tidak memukulnya dengan rotan. Disiplin termasuk hukuman fisik (pukulan dengan rotan) memiliki tujuan baik. Seorang anak yang memberontak memang harus dipukul dengan rotan agar dia tahu ada batasan yang tidak boleh dilanggar. Dia memang harus dipukul dengan rotan, merasakan pedihnya pukulan, melihat bekas pukulan, agar dia ingat untuk hidup dengan benar. Pedihnya rotan menjadi bentuk didikan yang baik dan manis yang menyelamatkan seorang anak dari pemberontakannya.
Bukan hanya dalam keluarga, Tuhan sendiri juga mendidik umat-Nya dengan cara yang keras (analogi pedihnya pukulan rotan). Dalam Alkitab kita membaca bahwa Tuhan tidak menahan teguran, hukuman, bahkan pembuangan Bangsa Israel sebagai bentuk disiplin bagi yang dikasihi-Nya. Tuhan mendidik Bangsa Israel dengan keras agar anak-anak-Nya tidak menyimpang kepada Allah lain, menjadi murni, dan tetap hidup dalam kebenaran. Orang tua mendidik anaknya dengan keras agar dia tidak melakukan hal yang salah seumur hidupnya. Tuhan yang mengasihi saya, menyelamatkan saya, dan Dia juga yang akan memukul saya dalam setiap pemberontakan yang ada.
Dari hal ini, kita sadar bahwa kita perlu mengubah cara pikir kita. Jika Tuhan mendidik kita dengan pedihnya rotan, maka kita harus menerimanya dengan rela agar hati kita makin murni dan hidup benar. Sepedih apa pun didikan itu, kita harus melihatnya sebagai bentuk kasih Tuhan dan dengan iman melihat bahwa Tuhan juga sanggup menyembuhkannya dari kepedihan itu, bahkan memakai kepedihan itu untuk menjadikan kita umat-Nya yang sejati di tengah dunia berdosa ini. Kiranya Tuhan menolong kita untuk memahami makna didikan-Nya dan menerima semua itu dengan rela dan iman, bahwa Tuhan sedang menyatakan kebaikan-Nya kepada kita. (DB)