Ditindas untuk Menindas?

Devotion

Ditindas untuk Menindas?

2 October 2023

Jiwa yang senang melakukan penindasan pada dasarnya sedang mengaplikasikan prinsip “yang kuat yang menang”. Sejarah mencatatkan banyak peristiwa tentang yang kuat menindas yang lemah. Banyak orang berusaha mempertahankan diri dengan melemahkan yang lain, menyakiti agar tidak disakiti. Namun siapa pun yang ditindas pasti tidak menyukainya, dan mungkin akan memendam rasa sakit hati dan menanti kesempatan untuk melakukan pembalasan. Kita tahu, pada dasarnya tidak ada seorang manusia pun yang boleh ditindas oleh manusia lainnya, bahkan yang terlemah sekalipun. Manusia memiliki martabat karena manusia merupakan gambar Allah.
Ketika bangsa Israel ditindas di Mesir lalu berteriak minta tolong kepada Tuhan, Tuhan mendatangkan penolong yaitu Musa. Sesudah bangsa Israel berhasil keluar dari Mesir, Tuhan menyuruh mereka memperingati hari kebebasan mereka dengan menu sayur pahit selain daging domba dan roti tak beragi. Sayur pahit melambangkan tahun-tahun kepahitan mereka selama ditindas di Mesir dan melalui hal ini Tuhan mengingatkan mereka sebagaimana dahulu mereka pernah ditindas, mereka tidak boleh menindas orang lain. Yang pernah ditindas tidak boleh menjadi penindas. Penindas pasti dihukum Tuhan.
Israel mengalami perpecahan ketika sebagai yang ditindas, mereka  membalas dendam dan menjadi penindas. Tuhan menghukum mereka. Ketika Raja Salomo meninggal, seluruh Israel (suku-suku di bagian Utara) datang untuk menobatkan Rehabeam menjadi raja. Yerobeam yang melarikan diri dari Raja Salomo pun kembali dari Mesir. Mereka hendak memperbarui perjanjian mereka dengan raja baru keturunan Daud. Tetapi Rehabeam mengatakan, “Ayahku (Raja Salomo) membebankan kepada kamu tanggungan yang berat, aku akan menambah tanggungan kamu; ayahku menghajar kamu dengan cambuk, aku akan menghajar kamu dengan cambuk berduri besi” (1Raj. 12:14). Ketika Rehabeam mengutus Adoram, kepala rodi sejak zaman Daud, seluruh Israel melempari dia dengan batu sampai mati, lalu Rehabeam melarikan diri ke Yerusalem. Inilah awal perpecahan bangsa Israel: suku-suku di bagian Utara mengangkat Yerobeam menjadi raja, sedangkan Rehabeam menjadi raja atas suku Yehuda (dan Benyamin). Pertempuran di antara mereka terus berlangsung sampai mereka dibuang oleh Tuhan ke Babel dan Asyur. Peristiwa ini mengajarkan kita bahwa penindasan tidak pernah dapat mendatangkan kedamaian.
Kedamaian itu dirindukan setiap manusia. Namun manusia baru mengenal damai yang sesungguhnya ketika Raja Damai datang: “Besar kekuasaannya dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan… karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya” (Yes. 9:5-6). Karena itu, di dalam penderitaan penindasan yang kita alami, kita boleh belajar mengingat akan kedamaian sesungguhnya dari Kristus. Lebih jauh lagi, Kristus Sang Raja Damai bahkan melepaskan kita dari penindasan dosa atas hidup kita saat ini. Kedamaian tidak dihasilkan dari menindas yang lain, bukan menjadi yang kuat atau menjadikan yang lain lemah.
Karena itu, marilah menobatkan Yesus Kristus sebagai Raja atas hidup kita. Kita sudah merasakan pahitnya ditindas oleh dosa, sekarang kita adalah ciptaan baru di dalam Kristus, marilah saling mengasihi satu sama lain. Kita tidak lagi ditindas oleh dosa untuk menindas sesama dalam keberdosaan, namun di dalam damai kita menjadi orang yang membawa damai di dalam kasih Kristus ke dalam dunia ini. (YVW)