Bacaan: Lukas 9:23-26
“Hidup Kristen itu susah. Hidup Kristen itu membosankan. Seandainya saja aku bukan Kristen. Seandainya saja aku tidak menyerahkan hidupku untuk Tuhan.” Pikiran-pikiran seperti ini kadang-kadang bisa terbesit dalam pikiran kita, terlebih lagi ketika kita membandingkan diri kita dengan orang-orang sekitar yang kelihatannya lebih baik kondisinya.
Kita tidak perlu menyangkal bahwa kehidupan sebagai orang Kristen itu tidak mudah. Yesus sendiri berkata bahwa setiap orang yang mau mengikut Dia harus menyangkal dirinya dan memikul salibnya setiap hari, bukan hanya sekali, atau seminggu, atau setahun, atau sepuluh tahun, tetapi seumur hidup. Kita sudah berkali-kali mendengar bahwa itu adalah panggilan kita sebagai seorang Kristen, dan dengan demikian kita akan mempermuliakan Tuhan melalui hidup kita. Namun, bagi kita hal tersebut kedengarannya sangat membosankan dan melelahkan sekali bukan? Kita tidak boleh lagi terlalu memedulikan atau memperhatikan diri kita sendiri, yang ada hanyalah apa yang Tuhan inginkan. Mari kita perhatikan hal-hal yang perlu kita sadari di balik panggilan ini. Dengan demikian, kita akan mampu lebih rela menjalankan panggilan ini.
Pertama adalah janji akan kehidupan yang kekal. Kehidupan kita sehari-hari tidak terlepas dari fokus dan tujuan hidup kita. Apa yang kita putuskan untuk menjadi tujuan hidup kita, akan menjadi dasar bagi keputusan kita bagi keseharian kita. Di dalam hidup ini, kita hanya ada dua pilihan dan kita hanya bisa memilih satu saja baik itu untuk menikmati hidup yang sementara dan sekaligus melepaskan hak atas kehidupan kekal yang akan datang, atau sebaliknya. Fokus atau tujuan hidup inilah akan membuat kita bergairah kepada kehidupan macam apa dan bosan terhadap apa.
Kedua adalah diri pribadi kita. Tuhan yang adalah Pencipta akan segala sesuatu. Ia tahu benar rancangan-Nya atas umat manusia, bahkan atas setiap individu. Makin dekat hati kita dengan Tuhan, maka sesungguhnya kita akan makin mengerti akan diri kita, akan jati diri kita karena Dialah yang menciptakan kita. Sungguh apa gunanya bila kita memperoleh semua yang ada di dunia ini, bila kita kehilangan jiwa kita, pribadi kita, jati diri kita, dan bahkan kemanusiaan kita. Keinginan siapa yang kita perjuangkan merupakan dasar bagi kebahagiaan kita. Kita akan senang dan bahagia ketika yang kita inginkan terjadi. Namun, keinginan siapakah yang kita inginkan agar terjadi?
Dan yang terakhir adalah kemuliaan, bukan dari manusia, tetapi kemuliaan yang diberikan oleh Tuhan kita. Akan datang suatu hari di mana seluruh bumi akan sujud dan menyembah Yesus dan mengakui bahwa Ia adalah Tuhan ketika Ia datang untuk kedua kalinya di dalam kemuliaan-Nya dan dalam kemuliaan Bapa dan malaikat-malaikat kudus. Tetapi apa hubungannya dengan kita? Yesus sendiri berkata bahwa di saat itu, Ia akan malu kepada orang-orang yang malu karena Dia, dan sebaliknya siapa pun yang setia mengikut Dia akan Dia terima untuk masuk dalam kemuliaan-Nya dan kebahagiaan-Nya. Sungguh tak ternilai harganya jikalau kita dapat disambut dan diterima oleh Allah pencipta segala sesuatu. Namun kita sering kali dengan sukarela menjual hak istimewa ini untuk pengakuan orang sekitar kita.
Mari kita ambil waktu sejenak dan pikirkan kembali, apakah benar mengikut Yesus tidak ada untungnya? Apakah benar bahwa akan lebih baik bagi kita jika kita tidak mengikut Yesus? Apakah worth it bagi kita untuk membeli kesenangan-kesenangan yang ditawarkan dunia yang sementara ini ketika harganya adalah kehidupan yang kekal di mana tidak akan ada ratap tangis atau dukacita, jati diri, dan kemanusiaan kita, baik dalam hidup ini maupun dalam kekekalan nantinya, dan kemuliaan dari sang pencipta yang tidak ada bandingannya? (CH)