Kita mengetahui banyak peperangan di mana antar negara bertikai, tetapi siapa yang pernah membaca mengenai kemenangan yang menaklukkan dunia? Sebagian akan mengatakan bahwa Alexander adalah penakluk itu, tetapi saya katakan bukan. Alexander sendiri, dengan segala yang ia miliki, adalah seorang yang ditaklukkan. Secara kasatmata, ia sepertinya mengalahkan dunia; tetapi dalam realitas, di bagian terdalam jiwanya, dunia telah menaklukkannya, mengekangnya, menyelimutinya dengan impian dan ambisi yang tamak, sehingga di saat ia memiliki segalanya, ia tetap tidak puas. Siapakah manusia yang menaklukkan dunia? Ini adalah hal yang sangat langka, kemenangan yang menakjubkan, penaklukan yang sangat dahsyat. Ia yang menyatakan kemenangannya dapat berjalan di antara kerabatnya, seperti Saulus, dengan kepala dan bahu yang terangkat.
Kekristenan menaklukkan dunia. Ini bukan pertempuran yang mudah, ini adalah suatu pertempuran sengit. Ini adalah pertempuran seumur hidup – pertempuran yang memerlukan segenap kekuatan, dan keteguhan hati. Sebuah pertempuran di mana hati yang paling tegar akan gemetar; perang yang membuat orang paling berani akan bergoncang. Tetapi jika Tuhan beserta maka siapa yang harus ia takuti? Ia adalah kekuatannya, kepada siapakah ia harus khawatir? Perang dengan dunia bukanlah perang adu kekuatan atau tenaga fisik tetapi lebih berbahaya, karena faktanya ini adalah pertikaian dalam pikiran, sebuah peraduan jiwa, pergumulan batin, pertentangan dalam sanubari. Ketika kita mengalahkan dunia di satu saat, jangan berpikir kita sudah menyelesaikan tugas kita; karena dunia ini terus berubah setiap saat seperti bunglon, dan di saat engkau mengalahkan dunia di dalam satu bentuk, ia akan menyerang dalam bentuk yang lain.
Kita memberontak kepada cara dunia. Kalau kita bersikap demikian, apa yang akan dilakukan oleh lawan kita? Ia akan mengubah caranya. “Manusia itu sesat, fanatik, lidahnya bercabang, ia seorang yang munafik,” kata dunia ini. “Manusia berani menentang pemerintahanku, ia tidak mau melakukan seperti yang lain. Sekarang aku akan menganiayanya. Fitnah! Datanglah dari dalam neraka dan berbisik padanya. Iri hati! Pertajam taringmu dan gigitlah dia.” Dunia mengambil semua yang salah, dan menganiaya manusia. Lalu bagaimana sikap laskar Allah, di saat ia melihat dunia menantangnya, dan di saat ia melihat seluruh dunia ini, seperti pasukan, datang mengejarnya, yang hanya ingin menghancurkannya? Akankah menyerah? Menyimpang? Akankah tunduk? Tidak! Seperti Luther menulis “Cedo Nulli” di benderanya – “Aku tidak akan menyerah kepada siapa pun” dan ia maju berperang melawan dunia ini, jika dunia ini maju berperang melawannya.
Anak-anak Allah yang sejati tidak terlalu peduli dengan pendapat orang lain. “Biarlah saya kelaparan, miskin, ataupun mati; setiap tetes darah di dalam raga ini adalah milik Kristus, dan saya siap untuk meneteskannya bagi nama-Nya,” kata anak-anak Allah. Demi Kristus Ia menganggap segala kepunyaannya adalah kerugian. Walaupun petir dunia bergemuruh, ia tetap tersenyum di tengah-tengahnya bahkan dengan nyanyian yang indah. Waktu dunia menghunuskan pedangnya dan anak Allah melihatnya. Ia berkata, “Ah, itu hanya seperti petir yang menggeliat di dalam habitatnya, membelah awan, dan menakuti bintang-bintang, tetapi tidak berdaya menghadapi gunung yang diselubungi batu, sehingga sekarang dunia tidak dapat menyakitiku, karena di dalam waktu kesulitan Bapa mendekapku.” Di dalam kediaman-Nya, di dalam bait-Nya, Ia melindungiku dan menaruhku di antara batu karang. Sehingga kita menaklukkan dunia dengan tidak menggubris ancamannya.
“Baiklah,” kata dunia, “Aku akan menggunakan cara yang lain,” dan percayalah, ini adalah yang paling berbahaya. Dunia yang tersenyum lebih berbahaya daripada yang mengancam. Ia berkata, “Aku tidak bisa menundukkan manusia dengan hantaman yang bertubi-tubi, karena itu aku akan menanggalkan sarung tanganku, dan menunjukkan tangan yang putih dan adil, aku akan menariknya dengan ciuman. Aku akan mengatakan bahwa aku mengasihinya, mengucapkan hal yang manis dan baik mengenai dirinya.” John Bunyan menyatakan bahwa dunia ini memiliki cara kemenangannya sendiri; ia akan menunjukkan senyumnya di setiap akhir kalimatnya; ia berkata banyak hal yang baik, dan ia berusaha untuk memenangkan dan menggodanya. Bukan di dalam rintihan dan raungan yang justru membuat kita terjaga, tetapi di dalam elusan keberuntungan dan perhatian kita akan menjadi lengah; justru di saat semua orang berbicara hal yang baik mengenai kita, kecelakaan itu menghampiri kita. Oh Tuhan yang baik! Berapa banyak manusia yang menjadi telanjang karena kasih dunia ini! Dunia telah menjilat dan menerima mereka. Tetapi anak Allah yang sejati tidak demikian, ia terlindungi di saat dunia tersenyum dan menggoda; ia tidak peduli dengan pujian maupun hinaan dunia. Sewaktu dipuji dan memang itu benar, ia berkata, “Tindakanku patut dipuji, tetapi aku kembalikan semua untuk kemuliaan Allah.” Hati yang agung tahu bagaimana bertindak atas kritikan, baginya itu tidak lebih dari sebuah pemberian yang menjadi masukan sehari-hari. Anak-anak Allah akan tetap tenang, mereka tidak akan hancur tetapi akan berdiri di tempat yang tinggi dan berkata, ”Kemenangan ini adalah yang mengalahkan dunia.”
Terkadang Allah mengirimkan kesulitan dan kesedihan, hingga hidup ini seperti penjara, dan dunia menjadi penjaganya – penjaga yang buruk. Pernahkah engkau berada dalam pencobaan dan masalah, teman? Dan pernahkah dunia menghampiri dan berkata, “Tahanan yang malang, aku memiliki kunci untuk mengeluarkanmu. Engkau di dalam kesulitan, dan aku akan memberitahumu bagaimana caranya engkau bebas. Singkirkanlah hati nuranimu! Jangan tanggapi dia! Biarkanlah ia tertidur! Pikirkanlah mengenai kejujuran sesudah engkau mendapatkan uang dan bertobatlah saat engkau sudah santai.” Tetapi engkau membalas, “Aku tidak dapat melakukan hal seperti itu,” dan dunia pun lanjut membalas. “Baiklah kalau begitu, sangat disayangkan orang sebaik engkau harus terkurung di penjara ini!” “Tidak!” kata orang Kristen, “Bapa yang memimpinku dan Ia juga, di dalam waktu-Nya, akan memimpinku keluar; tetapi walaupun aku harus mati di sini, aku tidak akan memakai cara yang salah untuk bebas. Bapaku yang menaruh aku di sini untuk kebaikanku, aku tidak akan mengeluh; jika tulangku harus dibaringkan di sini, bahkan jika peti matiku harus berada di bawah batu ini, jika kuburanku adalah dinding penjara ini – biarlah aku mati di sini daripada harus mengangkat jariku untuk bebas dengan kecurangan.” Dan dunia pun berkata, “Ah, orang ini tidak punya otak, ia tidak memiliki nyali untuk bertindak, tidak punya keberanian, ia hanya mengikuti jalan moralitas yang usang.” Dan sang orang Kristen ini pun menaklukkan dunia.
Saya dapat menceritakan peperangan yang telah dilalui. Begitu banyak pelayan yang malang, yang terus bekerja, untuk mendapatkan penghidupan yang layak, pakaian yang indah, tetapi ia tidak menyadari meskipun jubah indah, ia tetap memiliki darah, tulang, dan otot seorang yang malang. Orang malang ini sudah ribuan kali digoda, dan si jahat coba untuk merayunya, tetapi dia telah berperang dengan sengit; teguh dalam integritasnya, di tengah kesulitan ia tetap bertahan, seorang pejuang yang tidak dapat ditaklukkan oleh godaan dan bujukan perbuatan jahat. Tetapi di kasus lain, banyak orang yang memiliki kesempatan untuk menjadi kaya dan makmur dalam sesaat dengan kelaliman. Tetapi Allah dalam dirinya berkata, “Tidak!” Dunia berkata, “Jadilah kaya”, tetapi Roh Kudus mengatakan, “Tidak! Jujurlah dan layanilah Tuhanmu.” Sebuah peperangan yang keras dan perseteruan terjadi di dalam hati! Tetapi manusia harus berkata: “Tidak, walaupun bintang-bintang berubah menjadi dunia emas, saya tidak akan menukarkan prinsip saya dengan lautan kekayaan dan melukai jiwa saya.” Dan ia melangkah sebagai seorang penakluk. “inilah kemenangan yang menaklukkan dia, iman kita.”
Disadur dari Sekilas KIN Pemuda 2015 Edisi 2