Yusuf dan Takut akan Allah

Devotional

Yusuf dan Takut akan Allah

31 August 2016
Oleh sebab itu, baiklah tuanku Firaun mencari seorang yang berakal budi dan bijaksana, dan mengangkatnya menjadi kuasa atas tanah Mesir. Baiklah juga tuanku Firaun berbuat begini, yakni menempatkan penilik-penilik atas negeri ini dan dalam ketujuh tahun kelimpahan itu memungut seperlima dari hasil tanah Mesir. Mereka harus mengumpulkan segala bahan makanan dalam tahun-tahun baik yang akan datang ini dan, di bawah kuasa tuanku Firaun, menimbun gandum di kota-kota sebagai bahan makanan, serta menyimpannya. Demikianlah segala bahan makanan itu menjadi persediaan untuk negeri ini dalam ketujuh tahun kelaparan yang akan terjadi di tanah Mesir, supaya negeri ini jangan binasa karena kelaparan itu." Usul itu dipandang baik oleh Firaun dan oleh semua pegawainya. Lalu berkatalah Firaun kepada para pegawainya: "Mungkinkah kita mendapat orang seperti ini, seorang yang penuh dengan Roh Allah?" Kata Firaun kepada Yusuf: "Oleh karena Allah telah memberitahukan semuanya ini kepadamu, tidaklah ada orang yang demikian berakal budi dan bijaksana seperti engkau. Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku, dan kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu." Selanjutnya Firaun berkata kepada Yusuf: "Dengan ini aku melantik engkau menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir." - Kejadian 41:33-41

Saya tidak bisa membayangkan apa yang ada di benak Yusuf pada masa-masa dia mengalami kesulitan karena tindak kejahatan orang lain. Ketika dia, dikatakan dengan begitu sesak hati, meminta belas kasihan kepada saudara-saudaranya namun tidak didengarkan, apa yang ada di dalam benak Yusuf tentang Tuhan dan masa depannya? Tidak dicatat pergolakan batin dan kesedihan Yusuf secara terperinci; mungkin memang bukan hal tersebut yang ingin Alkitab ajarkan kepada kita. Justru penegasan yang paling menonjol mengenai perjalanan hidup Yusuf adalah integritas dirinya terhadap apa yang benar, tak peduli konteks apa pun yang didatangkan kepada dirinya. Baik sebagai anak, budak, orang yang dipenjara, maupun sebagai penguasa, ia menunjukkan kepatutan sebagai orang yang takut akan Allah. Ya, memang hal tersebut yang ingin Alkitab ajarkan kepada kita. Di dalam setiap konteks yang diperhadapkan kepada kita, mungkinkah kita tetap menyatakan sikap yang patut sebagai seseorang yang takut akan Allah?  (NT)