E-commerce Christian, Streaming Sermons, and Spiritual Obesity

Christian Life

E-commerce Christian, Streaming Sermons, and Spiritual Obesity

8 June 2020

Sejak Covid-19 dinyatakan sebagai pandemic, seluruh gereja, setuju atau tidak setuju, dipaksa untuk mengadakan ibadah secara online. Baik ibadah minggu, berbagai pembinaan, dan persekutuan doa, diadakan secara online. Akibatnya, hampir seluruh khotbah dari berbagai cabang gereja maupun denominasi dapat diakses oleh publik. Bahkan, hampir setiap hari khotbah-khotbah ini tersedia bagi jemaat untuk diakses demi memenuhi kebutuhan rohani dari setiap jemaat, khususnya di dalam menghadapi pandemi ini.

Di satu sisi, khotbah yang disampaikan secara online ini memiliki nilai positif, yaitu banyak orang yang akhirnya mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan khotbah-khotbah yang baik. Hampir bisa dikatakan, tidak ada lagi dinding pemisah bagi orang-orang yang haus akan firman di masa pandemi ini. Pembelajaran akan firman Tuhan tersedia dengan begitu terbuka bagi siapa pun yang membutuhkannya. Bagus bukan? Makin banyak orang dapat mendengarkan firman Tuhan, bahkan firman yang berbobot dan tajam dalam menegur dan mendidik orang-orang Kristen.

Di sisi lain, kita harus sadar bahwa setiap situasi memerlukan respons yang tepat dan bijaksana. Sesuatu yang baik, tetapi ditanggapi secara tidak bijaksana akan menjadi negatif dan berbahaya. Tersedianya banyak pilihan khotbah yang begitu mudah diakses, dapat menjadikan orang Kristen tidak lagi menghargai pemberitaan firman. Kita bisa membuat daftar khotbah streaming yang tersedia setiap hari, tetapi benarkah kita menghargai setiap pemberitaan firman tersebut? Mungkin kita bisa mengikuti seluruh pembelajar firman Tuhan ini, tetapi berapa persen dari pembelajaran ini yang kita ikuti secara utuh? Atau kita hanya mengikuti setiap pembelajaran ini karena sadar kita membutuhkannya bagi kehidupan rohani atau hanya karena penasaran saja? Jikalau demikian apa bedanya dengan seorang yang berbelanja bukan karena butuh tetapi karena ingin memuaskan keinginan berbelanja saja? Ini berarti, kita menjadikan kekristenan atau gereja tidak ada bedanya dengan sebuah e-commerce. Kita bisa memilih khotbah apa yang menarik dan bisa memenuhi keinginan “spiritual shopping” kita. Kalau ternyata khotbahnya tidak menarik, tinggal pindah ke khotbah yang lain saja, karena masih banyak pilihan. Ini berarti kita memperlakukan firman layaknya dagangan yang bisa kita pilih seenaknya. Ini adalah sebuah pelecehan terhadap pemberitaan firman, bahkan terhadap firman itu sendiri.

Akibatnya, akan ada orang-orang Kristen yang mengalami “obesitas rohani”. Obesitas berarti terjadinya penumpukan lemak karena asupan yang lebih besar daripada pengeluaran atau pembakaran kalori. Maka di dalam konteks rohani, obesitas berarti orang-orang yang rajin mendengarkan atau belajar firman, tetapi tidak melakukan atau menjalankan firman tersebut. Kehidupan rohani yang seperti ini tidak ada bedanya dengan orang Farisi yang pintar dan memiliki pengertian banyak akan firman, tetapi tidak menjalankan atau menghidupinya.

Jangan salah kaprah, yang menjadi masalah bukan pemberitaan firmannya, bukan pembelajaran firmannya, tetapi sikap kita dalam berespons terhadap hal tersebut. Masalahnya adalah kita mendengar dan belajar tetapi tidak menjalankannya. Inilah obesitas rohani. Alkitab menyatakan, “Demikian juga halnya dengan iman: jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak. 2:17). Jikalau kita tidak menjalankan firman, sepatutnyalah kita mempertanyakan kehidupan rohani kita. Apakah rohani kita benar-benar hidup atau hanya menjadi mayat hidup? Kiranya kita semua bertobat dan dengan bijaksana berespons terhadap setiap pemberitaan firman. Mari kita menghargai dengan sepatutnya akan firman Tuhan dan menjalankan setiap firman yang kita dengar dan pelajari. Kiranya Tuhan memberkati kita semua! (SL)