Bagi sebagian orang Kristen pasti tidak terbiasa dengan kalimat “Menghidupi Wahyu Allah”. Seperti apa orang Kristen yang menghidupi wahyu Allah? Memang wahyu Allah bisa dihidupi? Hal tersebut wajar ditanyakan karena kebanyakan dari kita kurang memahami dengan benar apa maksud dari wahyu Allah. Sering kali kita hanya memahami wahyu sebagai pernyataan diri Allah, atau wahyu Allah yang tertulis di dalam Alkitab. Pemahaman ini tidak sepenuhnya salah. Tetapi hal ini mengakibatkan kita mengerti wahyu Allah sebatas sesuatu yang Allah berikan kepada kita. Suatu pengetahuan atau informasi tentang Allah yang diberikan kepada umat-Nya. Sesuatu yang kita bisa pelajari dan renungkan, tetapi hanya berhenti sampai di situ. Seolah-olah tidak ada keterkaitan kembali antara Allah dengan kita, umat-Nya.
Seorang theolog abad ke-19 dari Belanda bernama Herman Bavinck mendefinisikan wahyu Allah sebagai segala sesuatu yang keluar dari diri Allah. Segala sesuatu di luar diri Allah adalah bentuk penyingkapan atau wahyu atas diri-Nya. Ini berarti seluruh ciptaan, dan bahkan termasuk manusia itu sendiri adalah wahyu Allah. Ini menjadikan wahyu Allah tidak terbatas pada suatu informasi atau pengetahuan yang diberikan, tapi seluruh ciptaan dan hidup kita sebagai manusia adalah bagian dari wahyu Allah. Wahyu Allah tidak dimengerti sebagai sesuatu yang pasif dan statis, tetapi suatu penyingkapan diri Allah yang aktif dan dinamis. Salah satunya melalui hidup manusia sebagai ciptaan-Nya. Seluruh hidup dan perjalanan sejarah umat manusia juga mewahyukan kebenaran dan kemuliaan-Nya.
Maka kembali kepada pertanyaan di awal bahwa wahyu Allah tidak cukup dimengerti sebagai pengetahuan semata. Wahyu Allah tidak terbatas pada wahyu yang tertulis dalam bentuk Alkitab saja. Hidup kita sebagai manusia pun menyatakan wahyu Allah. Sehingga sebagai orang Kristen kita perlu sungguh-sungguh mengevaluasi hidup kita selama ini. Jangan sampai kita mengerti Alkitab luar-dalam, mengerti banyak sekali theologi, tapi justru hidup kita tidak mencerminkan apa yang Allah mau nyatakan. Kita sungguh-sungguh perlu mengatur hidup kita sedemikian rupa. Sehingga nyata bahwa hidup kita memang mewahyukan karakter dan kemuliaan-Nya sebagaimana kita diciptakan seturut gambar-Nya. Wahyu Allah bukan sekadar dipelajari dan dihafal, tapi dihidupi dan dinyatakan.(TP)